Berkatalah Arjuna:
1. Apakah Brahman itu (Yang Abadi)? Apakah itu
Adhyatman'? Dan apakah itu karma (aksi), oh Kreshna? Apakah itu yang
disebut Adhibhuta yang dikatakan sebagai inti semua elemen? Dan apakah
Adhidaiva yang disebut sebagai inti dari para dewa?
2. Siapakah yang mendasari pengorbanan (adhiyagna) di dalam raga ini
dan bagaimanakah caranya, oh Kreshna? Dan dengan cara apa Dikau dapat
dikenali oleh seseorang yang penuh kendali di saat kematian?
Bersabdalah Yang Maha Pengasih:
3. Yang
Tak Dapat Dihancurkan, Yang Maha Agung disebut Sang Brahman. Svabhava
(Sang Jati Diri atau Sang Atman yang bersemayam dalam jiwa kita) disebut
Adhyatman. Tenaga (atau kekuatan) kreatif yang menciptakan semua
makhluk dan benda disebut Kama.
4. Yang menjadi inti dari semua benda
dan makhluk (yaitu Adhibhuta) sifatnya dapat binasa. Yang menjadi inti
para dewa adalah Jiwa Kosmos. Dan Arjuna, di dalam raga ini, Aku Sendiri
(sebagai Saksi di dalam) adalah Adhiyagna.
Pada bab tujuh yang baru
lalu, diterangkan tentang para kaum bijaksana (gnani) yang mengenal Sang
Kreshna sebagai Yang Maha Utuh. Mereka ini telah berhasil mengalahkan
kematian dan mendapatkan kebijaksanaan (gnana) atau ilmu pengetahuan
sejati. Mereka-mereka ini tahu dan kenal apa itu: (1) Sang Brahman, (2)
Adhyatman, (3) Adhiyagna, (4) Karma, (5) Adhibhuta, (6) Adhidaiva dan
(7) Abhyasa Yoga. Dan sekarang ketujuh istilah ini diterangkan Sang Maha
Pengasih, Sang Kreshna. Berikut adalah penerangan dari istilah-istilah
ini:
Brahman Adalah Yang Maha Agung dan Suci, Yang Tak
Terbinasakan, atau Tuhan Yang Maha Esa dan Abadi. Yang Maha Esa berada
di atas semua veda-veda suci dan sifat-sifat alami (Prakriti). la berada
di atas semua benda, makhluk dan obyek-obyek duniawi (alam semesta).
Adhyatman
Di manakah seseorang dapat menemui Brahman? Temuilah Sang Brahman di
dalam dirimu sendiri, di dalam relung jiwamu yang disebut Atman atau
Adhiyatman, Sang Inti Jiwa yang berada di dalam jiwa kita sendiri,
dengan kata lain, dapat disebut Sang Jati Diri. (Perhatikanlah bahwa
Sang Atman sebenarnya adalah Jiwa di dalam jiwa kita sendiri Sang Inti
Jiwa),
Karma Bagaimanakah Sang Adhyatman dapat masuk dan
bersemayam di dalam diri kita ini? Prosesnya disebut Visarga, yaitu
energi murni yang dipancarkan oleh Yang Maha Esa. Inilah yang disebut
karma yang murni dan sejati, pancaran yang penuh dengan pengorbanan,
kasih-sayang dan pemberian dariNya (tyaga) untuk kita semuanya. Yang
Maha Esa memberikan (mengorbankan) DiriNya melalui Sankalpa, yaitu
dengan berkehendak - "Aku menjadi banyak!" Dan terjadilah proses, dan
dariNya bermulalah semua bentuk benda dan kehidupan-kehidupan ini. Yang
Maha Esa lah sumber dari semua ini, dan inilah yang dimaksud dengan
karma yang sejati, yaitu asal-mula sesuatu benda atau makhluk, sebuah
proses kehidupan dengan segala pola-pola yang beraneka-ragam tanpa ada
habis-habisnya dan juga reinkarnasi. Dan karma ini menjadi suatu
peraturan atau tata-cara dalam kehidupan di alam semesta ini. Karma
adalah suatu peraturan alami yang tegas: "Apa yang kita tabur itu juga
yang akan kita tuai," dan peraturan ini berlaku untuk semua
tindak-tanduk dan proses kehidupan kita di mana saja dan kapan saja.
Karma
adalah energi dari evolusi, dan karma inilah yang melahirkan
makhluk-makhluk (bhuta) dan evolusi kehidupan mereka selanjutnya lagi.
Karma menciptakan suatu proses kemajuan yang berkesinambungan melalui
penderitaan. Kemajuan ini adalah salah satu anak tangga manifestasi
untuk menemukan Jati Diri kita sendiri. Begitulah seseorang dituntun
langkah demi langkah ke arah kesempurnaan. Dan kesempurnaan itu dicapai
melalui penderitaan dulu, dengan kata lain melalui suatu pengorbanan
dalam arti yang amat luas (yagna).
Salah satu rahasia dalam sejarah
atau evolusi kehidupan ini adalah pengorbanan, dan Sang Pemberi
Inspirasi atau PemulaNya adalah Yang Maha Esa yang disebut dengan nama
Adhiyagna
Korbankanlah jiwamu demi mendapatkan jiwa yang baru, begitulah inti
dari ajaran-ajaran para nabi (orang suci) di zaman dahulu. Adhiyagna
berarti Pemula atau Asal-Usul dari semua tindakan pengorbanan di dunia
ini. RagaNya adalah Pengorbanan Kosmos dan dari pengorbanan ini bermula
dan hiduplah semua makhluk di alam semesta ini, dan la hadir dalam
semuanya dalam bentuk yang tak terlihat oleh mala, sebagai saksi dan
penuntun kita semuanya, la Abadi. Suci, Agung dan selalu penuh dengan
pengorbanan yang didasari oleh cinta-kasih, dan kalau dipikirkan dengan
baik maka sebenarnya semua raga ini adalah "kuil-kuil yang suci" yang di
dalamnya terdapat pelita yang hidup oleh apiNya, api Yang Maha Kuasa.
Adhibhuta
adalah Adhipati, yaitu Yang Maha Esa, yaitu inti dan dasar dari
segala makhluk, unsur, benda yang dapat binasa, Ishavasyam idam sarvam
sebut kitab suci Ishopanishad yang berarti semua ini adalah baju atau
pakaian Yang Maha Esa. Alam semesta beserta seluruh isinya sebenarnya
adalah suci dan adalah kuil kita untuk mencapai Yang Maha Esa, Sang Maha
Pencipta. Dunia ini adalah ajang kita untuk kembali lagi kepadaNya.
Adhidaiva
adalah Adhipati, yaitu kekuatan Ilahi yang bersinar dalam dewa-dewa dan
merupakan inti dari dewa-dewa ini. la jugalah Purushanya para dewa. la
juga Prathama Purusha yang bercahaya di dalam diri mereka. la Tuhannya
para dewa, la disebut juga Hiranyagarbha Puntsha (yaitu, Purusha Emas
nya) para dewa. la juga Prajapati yang Suci, la juga Sutra-Atma, yaitu
Nafas AgungNya para dewa (Prana-Purushd). Para dewa adalah "organ"
tubuhNya, Ialah Kekuatan Kreatif, Ialah Jiwa Yang Maha Suci — Ialah
semuanya yang bercahaya di alam semesta ini dari ujung ke ujung tanpa
ada habis-habisnya.
Keenam pertanyaan Arjuna di atas telah terjawab
oleh Sang Kreshna, dan sekarang Sang Kreshna masuk ke pertanyaan yang ke
tujuh, yaitu apakah Yoga itu yang dilakukan oleh seseorang pada saat
anlakala (saat kematian menjelang tiba), dan bagaimana mencapai Yang
Maha Esa?
5. Seseorang pada saat meninggalkan raganya, maju terus,
bermeditasi terpusat kepadaKu semata; pada saat kematian, ia akan
mencapai TempatKu Bersemayam (Madbhavam). Jangan kau ragukan itu.
6. Barangsiapa,
oh Arjuna, sewaktu meninggalkan raganya, memikirkan sesuatu benda
(bhavam) tertentu, maka ia akan pergi ke benda itu, terserap selalu
dalam pikiran itu.
Inilah hukum atau peraturan kosmos (atau Yang Maha
Esa) yang berlaku di dalam agama Hindu, yang sekali lagi ditegaskan
oleh Sang Kreshna. Yaitu, barangsiapa pada saat-saat akhir ajalnya
memikirkan Yang Maha Esa semata maka kepadaNya ia akan pergi dan bersatu
denganNya. Barangsiapa memikirkan benda-benda atau unsur-unsur lainnya
yang bersifat duniawi atau sorgawi maka ke sanalah ia akan pergi. Apapun
yang terpikirkan pada saat-saat kematian itulah yang akan dicapainya
pada kelahiran yang berikutnya. Misalnya seseorang pada saat-saat
kematiannya, pikirannya terikat pada bentuk duniawi seperti ayah, ibu,
saudara, teman, istri, harta-benda, kemashuran, laba dan lain
sebagainya, maka ia akan kembali lagi ke dunia ini untuk menyelesaikan
karma-karmanya yang berhubungan dengan yang dipikirkannya itu. Misalnya
ia berpikir akan sorga dan segala kenikmatan-kenikmatan yang ada di
sana, pada saat menjelang ajalnya, maka ia akan ke sorga untuk menjalani
karmanya di sana. Misalnya pada saat akhir kematiannya, ia berpikir dan
terpusat seluruh pikirannya dengan tulus ke pada Yang Maha Esa, maka ke
sana juga ia akan pergi selama-lamanya.
Inilah hukumnya: bhava (atau
pikirannya) yang mendominasi pada saat akhir akan menjadi tujuan
terakhir orang yang meninggal dunia ini. Seandainya setiap hari atau
setiap saat dalam hidup, kita selalu memusatkan tindak-tanduk dan
pikiran kita ke arahNya dan demi Ia semata, maka pada saat akhir pun
semua pikiran secara otomatis akan terpusat kepadaNya, dan denganNya
kita pasti akan bersatu.
7. Maka seyogyanyalah, setiap saat,
berpikirlah tentang Aku dan berperanglah! Kalau pikiran dan pengertianmu
terpusat kepadaKu, dikau pasti akan datang kepadaKu.
Karena sudah
hukumnya begitu; bahwa seorang yang pada akhir hayatnya berpikir akan
suatu obyek duniawi maka akan pergi ke situ juga setelah habis
kehidupannya, maka di sloka di atas ini Sang Kreshna bersabda pada
Arjuna sebagai berikut: (1) "Setiap saat (senantiasa) berpikirlah
tentang Aku" dan (2) "Berpikirlah tentang Aku dan berperanglah!"
Diuraikan sebagai berikut:
1. Setiap saat berpikirlah tentang Aku —
berarti dunia ini atau kehidupan ini bagi manusia sifatnya sebenarnya
tidak langgeng, dan kita tak pernah tahu bila kita akan mati dan kalau
saat-saat kematian tiba-tiba datang, dan seandainya kita sudah
bersiap-siap dengan selalu memikirkan Yang Maha Esa, maka kita pun akan
segera pergi ke arahNya dengan lurus. Dan sebaliknya kalau sehari-hari
yang menjadi pikiran hanya obyek-obyek duniawi dengan segala kesenangan
dan penderitaan saja, maka kita pun akan pergi ke obyek-obyek duniawi
ini, saat sang kala tiba-tiba datang meyergap tanpa pemberitahuan
terlebih dahulu.
2. Berpikirlah tentang aku dan berperanglah! — pada
Sang Arjuna, Sang Kreshna menganjurkan untuk berperang! Mengapa? Karena
Arjuna adalah seorang Kshatrya yang berkewajiban untuk berperang demi
nusa-bangsanya, dan demi tegaknya kebenaran. Dan cara berperang itu
harus berdasarkan dedikasinya kepada Yang Maha Esa ("Berpikirlah tentang
Aku")- Itulah tugas atau dharma atau svadharma kita semua, berjuang
sesuai dengan tugas dan status kita di dunia agar tercapai pembersihan
batin kita. Seorang guru bekerja semestinya sebagai guru dan seorang
pedagang sebagai pedagang dan tidak mencampur-adukkan status dan
kewajibannya, sesuai panggilan nuraninya.
Yang paling penting untuk
diperhatikan adalah bahwa kita harus dan selalu berpikir akan Ia dan
bekerja sesuai dengan kewajiban kita; mengingkari kewajiban atau lari
dari kewajiban seberapa kecilpun berarti dosa. Sedangkan tidak berpikir
akan Yang Maha Esa akibatnya adalah kerugian yang maha besar bagi kita
juga, karena lingkaran karma akan membelit kita terus-menerus.
8. Seseorang
yang pikirannya tidak mengembara (kesana-kemari), yang selalu
bermeditasi, jalan pikirannya selaras dengan usahanya yang
terus-menerus, ia, oh Arjuna, pergi ke Paraman Pususham Divyam, yaitu la
Yang Maha Agung dan Maha Suci.
9. Ia memujaNya sebagai Yang Maha
Mengetahui, sebagai Yang Selalu Hadir Semenjak Masa Yang Amat Silam,
sebagai Yang Maha Penguasa, sebagai Yang Maha Tercepat, sebagai Yang
Maha Memelihara kita semua, sebagai Yang BentukNya Tak Dapat Dimengerti
oleh manusia dan makhluk-makhluk lainnya, tetapi la Terang Benderang
bagaikan Sang Surya dan jauh dari semua kegelapan.
10. Pada saat
kematiannya dengan tekad dan pengabdian yang kuat, dengan tenaga
yoganya, ia menahan nafas kehidupan pada spasi diantara kedua alis
matanya, dan ia mencapai Yang Maha Agung dan Yang Maha Suci.
Cara
mencapai Yang Maha Esa (Saguna Avyakta Divyarupa) diterangkan sebagai
berikut: Sang Yogi harus selalu mengendalikan jalan pikirannya, dan
memusatkannya kepada Yang Maha Esa, dengan senantiasa berbuat ini, maka
secara konstan ia akan mengenal yang Maha Esa dan merasakan kehadiranNya
senantiasa dalam suka dan duka, dan akibatnya tidak akan pergi ke
dewa-dewa atau obyek-obyek lainnya. Disebutkan bahwa seseorang yang
senantiasa terpusat kepada Yang Maha Esa, rnaka pada waktu ajalnya dapat
dilihat dari wajahnya yang diibaratkan seperti cermin dari Yang Maha
Esa. Dikatakan bahwa orang semacam ini telah terserap jiwa-raganya ke
dalam Yang Maha Esa. Yang Maha Kuasa (Paramam Puntsham Divyam) disebut
juga Svampa, yaitu Yang memiliki berbagai nama (ada 1.000 nama untuk
Yang Maha Esa di dalam agama Hindu). Misalnya la disebut Kavi (Yang Maha
Bijaksana), Sarvagna (Yang Maha Mengetahui), Yang Maha Hadir, Tuhan
dari para resi dan penyanyi lagu-lagu suci. la disebut juga Pranam (Yang
Mula), la disebut juga Sarva Shaktivan (Yang Maha Pengatur
Segala-galanya). la lah Yang Terlembut diantara yang terlembut, la lah
Yang Terkecil diantara yang terkecil. la lah Maha Penunjang,
Pemelihara, Yang Menjadi Tempat kita tinggal, Yang Menjaga kita semua.
la lah Bentuk Yang Tak Dapat Digambarkan (Achintatyarupam), Yang tak
dapat dibayangkan oleh seorang pun, sebuah Bentuk diluar pikiran dan
daya intelektual manusia, tetapi la juga yang bersinar seperti mentari
yang paling terang diantara jajaran mentari-mentari lainnya. la
bersemayam jauh dari segala kegelapan baik kegelapan dalam bentuk
duniawi maupun dalam bentuk spiritual.
Pada saat kematian sang yogi
ini, maka ia dengan penuh ketulusan dan iman yang tanpa dibuat-buat
memusatkan nafas kehidupannya diantara kedua alis matanya. Yogi semacam
ini akan meninggal dunia dengan amat tenang dan dalam ketenangan ini ia
menuju ke Yang Maha Suci. la tak akan kembali ke dalam lingkaran hidup
dan mati !agi, kecuali memang ia sendiri yang menghendakinya untuk
tujuan-tujuan kemanusiaan tertentu yang diingininya.
11. AkanKu
beritahukan kepadamu sesuatu dengan jelas - yaitu sesuatu yang oleh para
pengenal Veda disebut Aksharam (Tak Terbinasakan), sesuatu yang dituju
oleh para pengendali nafsu (atau yang telah bebas dari nafsu), sesuatu
yang diperjuangkan dan dituju oleh para bramacharin (yang tidak
menikah).
12. Menutup semua pintu-pintu raga (lubang-lubang indra),
memusatkan pikiran di dalam hati, nafas dipusatkan di kepala, bertindak
teguh dalam konsentrasi yoga.
13. Menyebut satu kata OM--Sang Brahman
Yang Abadi - hidup di dalamKu (dalam aspekKu yang sempurna, yaitu aspek
Sang Brahman), maka ia yang pergi meninggalkan raganya, pergi ke Tujuan
Yang Tertinggi.
Diterangkan di sini cara-cara mencapai Yang Maha Esa
(Nirguna Para Brahman) pada saat-saat kematian seseorang. Para ahli
Veda menyebut Yang Maha Esa sebagai Yang Tak Terbinasakan, dan ke
dalamNya menujulah para resi dan orang-orang suci dan orang-orang yang
mengendalikan nafsunya. Semuanya menuju arah yang sama untuk
mencapaiNya. Para yogi ini pada saat-saat kematian mereka menutup
pintu-pintu indra mereka (yaitu lima gnana-indra dan lima karma-indra),
dan jalan pikiran dipusatkan ke dalamNya, dan inilah yang disebut
pratyahara. Mereka mengunci pikiran dan nafsu mereka di dalam hati
mereka yang disebut hridaya kamala (di antara nabhi dan kantha). Para
yogi ini juga memusatkan nafas kehidupan di kepala dan ini disebut
dharana. Dengan konsentrasi yoga yang penuh mereka ini menyebut dan
memuja secara mental satu patah kata OM yang menjadi simbol dari Yang
Maha Esa (Para Brahman). Mereka ini memuja Sang Kreshna sebagai
manifestasi dari Sang Brahman, dan melepaskan raga mereka dengan tenang.
Para yogi yang meninggal dunia ini menuju ke Brahma-Nirvana, dan
bersatu denganNya.
14. Arjuna, seseorang yang senantiasa berpikir
tentang Aku dengan pikiran yang tak tertuju kepada yang lain - ia, sang
yogi ini yang disebut nitya-yuktah (selalu harmonis dan terserap di
dalam Ku) - akan mudah mencapaiKu.
15. Orang-orang yang sempurna ini
-- jiwa-jiwa yang agung, para mahatma ini — sekali mencapaiKu, tak akan
lahir kembali, ke tempat duka, yang tak abadi. Mereka ini telah mencapai
Karunia Yang Tertinggi (Kesempurnaan Yang Tertinggi).
16. Arjuna,
semua loka ini, sampai ke Brahmaloka -- muncul dan hilang; loka-loka ini
datang dan pergi. Tetapi seseorang yang datang kepadaKu, ia tak akan
mengenal kelahiran lagi.
Apakah yoga-yoga di atas oleh para pembaca
dianggap sukar? Apakah yoga atau cara mencapai Yang Maha Esa (Nirguna
Para Brahman atau Saguna Parameshvaram, banyak nama untukNya, tetapi la
Maha Tunggal) ini sukar untuk dicernakan? Maka ambillah jalan yang
paling mudah seperti yang diajarkanNya, yaitu, "Berpikir tentang Aku
tanpa memikirkan dewa-dewa atau tuhan lainnya. Lihatlah Aku penuh dengan
iman dan kasih. Terseraplah selalu di dalam DiriKu."
Dan barangsiapa
sekali mencapaiNya maka tak akan ia lahir kembali ke dunia ini, yang
penuh penderitaan dan tak abadi ini. la yang pergi kepadaNya akan
mencapai kesempurnaan yang abadi dan penuh dengan karuniaNya.
Barangsiapa memuja para dewa mereka akan pergi ke loka-loka para dewa
ini, tetapi loka yang tertinggi seperti Brahmaloka saja tak lepas dari
karma, dapat timbul dan dapat tenggelam (hilang) karena ada
masa-masanya. Tetapi Yang Maha Esa tak terpengaruh oleh waktu dan karma,
maka barangsiapa mencapaiNya maka akan bersatulah ia denganNya dan tak
lahir dan hidup kembali ke dunia yang penuh dengan derita ini.
17. Mereka-mereka
yang tahu (dari kesadaran) bahwa satu hari Brahma sama dengan seribu
yuga, dan satu malam Brahma sama dengan seribu yuga lainnya -- hanya
mereka saja yang tahu akan hari dan malam (maksudnya, hanya mereka yang
tahu akan kebenaran waktu).
18. Pada harinya Brahma, semua yang nyata
ini mengalir keluar dari tubuh halus Sang Brahma yang tidak nyata. Dan
menjelang malamnya Sang Brahma semua ini kembali menyerap ke tubuh halus
Sang Brahma yang tidak nyata (tubuh Sang Brahma yang sama juga).
19. Arjuna,
makhluk-makhluk yang melimpah-ruah ini pergi secara terus-menerus
(lahir dan lahir lagi), dan tanpa daya terserap lagi menjelang tibanya
malam (Sang Brahma). Dan lagi pada pagi harinya makhluk-makhluk yang
melimpah-ruah ini mengalir keluar lagi.
Semua loka-loka termasuk
loka-loka para dewa, dan bahkan loka yang tertinggi Sang Brahma terbatas
pada hukum 'ada' dan 'tidak ada,' yaitu hukum karma. Semua loka ini
terikat pada tahap-tahap tertentu yang berkaitan dengan hukum kosmos
(alam semesta). diantaranya adalah tahap atau waktu tertinggi, yaitu
waktunya Sang Brahma yang dikatakan dalam agama Hindu sebagai berikut:
satu hari atau satu malam waktu di Brahmaloka sama dengan seribu yuga,
dan satu yuga sendiri adalah suatu kurun waktu yang amat luas jika
dibandingkan dengan waktu di bumi ini; suatu kurun waktu yang
seakan-akan tidak ada batasnya, mungkin bermilyar-milyar tahun atau
berjuta-juta tahun. Toh kurun waktu ini (Brahmaloka) masih saja berada
dalam lingkupan karma, jadi masih dapat datang dan pergi atau dengan
kata lain masih dapat mati dan hidup lagi. Barang siapa menyadari fakta
ini, betul-betul akan menghayati kehadiran Yang Maha Esa secara sejati.
Yang dimaksud dengan datang dan pergi dari tubuh Sang Brahma ini adalah:
dunia ini beserta isi dan makhluknya yang terbentuk pada pagi harinya
Sang Brahma, yang adalah dewa pencipta dunia ini beserta segala isinya,
dan kemudian kembalinya para makhluk ke dalam diri dewa ini disebut
pralaya, yaitu hari kiamat. Jadi dengan kata lain dari penciptaan dunia
sampai ke akhirnya dunia ini memakan waktu satu hari dan satu malamnya
Sang Brahma. Untuk ukuran bumi, hanya Yang Maha Esa yang tahu sebenarnya
betapa luasnya kurun waktu tersebut. Dan begitulah seterusnya, setelah
pralaya maka diciptakan lagi dunia yang baru beserta segala isinya pada
hari berikut Sang Brahma, dan ini berulang-ulang sesuai dengan kehendak
Yang Maha Esa. Dikatakan juga bahwa di dunia ini semua makhluk hidup dan
mati lagi secara berulang-ulang (reinkarnasi), dan dengan begitu
sebenarnya tak ada kreasi kehidupan yang baru, yang ada hanyalah
daur-ulang saja dari elemen yang sama, yang itu-itu juga, sesuai dengan
karma makhluk-makhluk ini, sampai suatu saat mereka lepas dari lingkaran
karma dan mencapai Yang Maha Esa, di mana tak akan ada kehidupan dan
kematian lagi. Dan selama belum mencapai Yang Maha Esa, maka semua
makhluk ini akan selalu berada dalam lingkaran Sang Prakriti dan akan
selalu mengalami suka dan duka yang diakibatkan oleh guna (sifat-sifat
alami), dan masa karma ini bisa berlangsung amat lama.
20. Sebenarnya
lebih tinggi dari yang tidak nyata (Sang Brahma) ini ada lagi Yang
TIDAK NYATA, yaitu Yang Maha Suci dan Abadi, Yang tak dapat hancur
sewaktu yang lain-lainnya dihancurkan.
21. Yang TIDAK NYATA ini
disebut Yang Tak Terbinasakan, la lah yang disebut sebagai Tujuan Yang
Tertinggi. Mereka yang mencapaiNya tak akan pernah kembali. Itulah
tempatKu bersemayam nan agung.
22. Ia, Purusha Yang Tertinggi (Jiwa),
oh Arjuna, hanya dapat dicapai dengan dedikasi yang tak tergoyahkan. Di
dalamNya semua makhluk-makhluk ini berdiam dan olehNya semua ini (alam
semesta beserta isinya) terpelihara.
Sang Brahma Disebut sebagai yang
tidak nyata, tetapi ia pun masih berada dibawah pengaruh prakriti. Di
atas Sang Brahma ini hadir Yang TIDAK NYATA, yaitu yang sifatNya lebih
tinggi dari Sang Brahma dan tidak terpengaruh oleh prakriti. la lah Yang
Maha Esa, Sang Pencipta dari prakriti itu sendiri, Yang mencipta
seluruh alam semesta ini beserta segala isinya, Yang Maha Abadi, yang
Maha Kuasa. Ia lah tujuan terakhir kita semuanya, yang mempunyai
bermacam-macam nama tetapi Tunggal dalam penghayatan. Yang Maha Esa ini
mudah dicapai hanya dengan cinta-kasih dan dedikasi yang tulus yang
terpancar dari sanubari kita senantiasa tanpa henti hentinya.
23. Sekarang
akan Kusabdakan kepadamu, oh Arjuna, waktu-waktu di mana para yogi yang
meninggal dunia dan tak kembali lagi, dan waktu-waktu para yogi yang
meninggal dunia hanya untuk kembali lagi.
24. Api, cahaya,
siang-hari, dua minggu yang terang, enam bulan di kala mentari bergerak
ke Utara -- meninggalkan (raga) pada saat-saat ini, mereka yang kenal
pada Yang Maha Abadi (Brahman) pergi ke Yang Maha Abadi.
25. Asap,
malam-hari, begitu juga dua minggu yang gelap, enam bulan sewaktu
mentari bergerak ke arah Selatan - meninggalkan (raga) pada saat-saat
ini para yogi ini akan mencapai cahaya sang rembulan dan kembali lagi.
26. Terang
dan kegelapan - kedua ini adalah jalan-jalan dunia ini yang abadi.
Melalui jalur yang satu seseorang pergi untuk tidak kembali, dan melalui
jalur yang lain seseorang pergi untuk kembali.
27. Seorang yogi kenal akan kedua jalan ini, dan ia tak akan kebingungan. Seyogyanyalah, oh Arjuna, teguhlah selalu dalam yoga.
28. Seorang
yogi yang mengetahui semua hal ini, maka jasanya dianggap melampaui
semua jasa yang didapatkannya dari mempelajari Veda-Veda, dari
pengorbanan (yagna), dari bertapa, dari dana (pemberian atau amal), dan
ia akan pergi ke Yang Maha Agung Dan Abadi (pergi ke alam yang penuh
dengan karunia dan kedamaian).
Ada dua jalan yang diterangkan di
sini: (1) jalan yang pertama ini adalah jalan yang terang dan sekaligus
merupakan jalan kebebasan dari dunia ini, dan (2) jalan keterikatan dan
ini berarti kembali lagi ke kehidupan duniawi ini. Jalan yang pertama
disebut patama-dharma (yaitu tempat kediaman yang utama, tempat
bersemayam Sang Brahman, atau Sang Kreshna. Sekali mencapai ini
seseorang tak kembali lagi ke dunia. Banyak sekali sebenarnya nama untuk
loka yang satu ini, tetapi yang terpenting di loka Sang Brahman ini,
seorang yogi yang mencapainya akan bersatu denganNya dan akan abadi
bersamaNya. Jalan yang lainnya adalah jalan kegelapan, di mana sesorang
yang masih terikat pada karmanya akan menjalani jalan ini dan setelah
menyeberangi Chandra loka (loka para leluhur) maka ia akan sampai ke
chandra-loka dan setelah mendapatkan inti kesucian Sang Chandra (disebut
sari soma), orang ini akan memasuki sorga. Di sorga-loka ini ja
menikmati buah dari perbuatannya yang baik dan lalu kembali lagi ia ke
dunia ini setelah masanya selesai.
Seorang yogi yang sadar akan arti
kedua jalan ini, tak akan kebingungan memilih jalan kehidupannya. la tak
akan terikat pada moha (kasih-duniawi). Maka seyogyanyalah kita semua
tidak terikat pada moha dan tidak terikat pada hasil atau buah dari
semua perbuatan baik kita juga. Lakukanlah semuanya demi Yang Maha Esa
semata dan tanpa pamrih, sebagai kewajiban kita kepadaNya. Semua
tindakan baik atau positif seperti pengorbanan, sesajen, doa, yagna,
dana, dan tapa, dan lain sebagainya akan menghasilkan buah, tetapi
persembahkan kembali buah ini kepadaNya tanpa pamrih dan selalulah
bertindak tanpa keinginan agar jalan yang kita tuju kelak tidak
menyimpang dari tujuan kita, yaitu Brahman-loka (ingat, bukan
Brahma-loka). Semua Veda memang mengajarkan hal-hal yang baik, tetapi
kebijaksanaan akan Yang Maha Esa adalah lebih tinggi nilainya dari semua
yang tertulis dan yang diajarkan Veda-Veda. Kebijaksanaan ini lebih
tinggi sifatnya dari semua dana, yagna, tapa dan lain sebagainya. Karena
kebijaksanaan yang benar akan membawa kita kepada Sang Brahman, Tuhan
Yang Maha Esa, sedangkan kebijaksanaan yang salah (perbuatan baik demi
tujuan-tujuan tertentu, demi pamrih) akan mengantar kita kembalik ke
dunia ini. Bertindaklah senantiasa secara benar dan tanpa pamrih, tanpa
henti-hentinya.
Dalam Upanishad Bhagavat Gita, Ilmu Pengetahuan Yang
Abadi, Karya Sastra Yoga, dialog antara Sang Kreshna dan Arjuna, maka
karya ini adalah bab ke delapan yang disebut:
Akshara Brahman Yoga atau jalan penerangan.