Berkatalah Arjuna:
Oh Kreshna, daku berhasrat sekali untuk
mempelajari hal-hal tentang Prakriti (alam) dan Purusha (Sang Jiwa),
tentang ladang dan tentang Yang Mengetahui ladang ini (Sang Pengenal
ladang), tentang ilmu pengetahuan (kebijaksanaan) dan tentang hal-hal
yang perlu untuk diketahui.
Sloka di atas ini tak bernomor, dan sering tak diterjemahkan karena dianggap sebuah sisipan.
Berkatalah Yang Maha Pengasih:
1. Raga ini, oh Arjuna, disebut sebagai ladang. Seseorang yang sadar
(tahu, mengenal) akan hal ini disebut sebagai sang pengenal ladang ini,
oleh mereka yang mengetahuinya (para resi).
2. Kenalilah Aku sebagai
Yang Mengetahui ladang dari semua ladang-ladang, oh Arjuna! Ilmu
pengetahuan tentang ladang dan yang mengetahuinya -adalah ilmu
pengetahuan yang Ku anggap sebagai ilmu pengetahuan yang sejati.
Dalam
bab ini Sang Kreshna menerangkan tentang filsafat (falsafah) kehidupan
ini; ibaratnya menilai suatu kehidupan di atas batu-karang yang kering
dan gersang, maka setiap manusia sebenarnya memerlukan suatu
filsafat-kehidupan (suatu pegangan) agar kehidupan dapat dijalaninya
dengan sempurna. Dan untuk itu, pertama-tama amat penting untuk
menyadari atau memahami dua sifat dominan — manusia dan alam semesta
kedua sifat ini disebut — Prakriti dan Purusha. Prakriti adalah benda
atau raga, dan diibaratkan sebagai ladang (kshetrari), dan Purusha
adalah Sang Jiwa yang disebut dan dikenal sebagai Yang mengetahui
tentang ladang ini (Kshetragnd).
Bahkan dalam Injil pun Yesus Kristus
pun sering menyebut tentang ladang dan penabur benih dalam
parabel-parabelnya. Jadi bukan saja hal ini disiratkan dalam agama Hindu
saja tetapi dapat juga dilihat dan dihayati dalam agama-agama lainnya.
Di sini dapat dikatakan bahwa yang disebut ladang adalah raga kita
sendiri dan Sang Penabur Benih adalah Sang Kreshna, Yang Maha Mengetahui
ladang ini, la bersemayam di dalam diri kita. Dan yang disebutkan
sebagai benih di sini adalah kebijaksanaan (gnanam), yang selalu
ditaburkan olehNya untuk kita semua agar sadar dan kembali ke jalanNya.
Sang Kreshna di sini berbicara tentang ladang, tentang yang mengenal
ladang dan tentang ilmu pengetahuan dalam bentuk kebijaksanaan. Prakriti
adalah ladang: di dalamnya setiap benda dan makhluk tumbuh dan
berkembang, lalu layu dan akhirnya binasa, dan hidup dan tumbuh baru
lagi. Prakriti adalah suatu bentuk aktivitas. Di dalam Prakriti dituai
buah atau hasil dari setiap tindakan dan perbuatan kita ~ ibarat sebuah
ladang saja. Fungsi Prakriti adalah aktivitas tanpa dilandasi oleh
kesadaran sejati.
Gnanam (kebijaksanaan) adalah benih yang ditabur
dan dituai dari ladang ini; kebijaksanaan ini adalah ilmu pengetahuan
tentang ladang dan tentang Yang Mengetahui atau Yang Mengenal ladang
ini. Di alam semesta ini apapun yang kita lihat adalah gabungan atau
kombinasi dari Purusha dan Prakriti, antara Sang Jiwa dan benda, antara
roh dan raga. Sang Jiwa, Sang Purusha adalah Kshetragna (Yang Mengetahui
Ladang) dan Yang Mengetahui adalah Sang Kreshna, yang dengan kata lain
adalah Yang Maha Esa itu Sendiri.
3. Dengarkanlah secara terperinci,
dariKu, apakah ladang itu, dan apakah sifatnya, apakah
modifikasi-modifikasinya, bilakah la (ada), apakah la (Yang Mengetahui
tentang ladang) itu, dan apa sajakah kekuatan-kekuatanNya?
4. Para
resi telah meyabdakannya dengan berbagai cara, dengan berbagai mantra,
dengan sabda-sabda dalam Brahma-Sutra — disabdakan dengan penuh alasan
dan kata-kata yang konklusif, penuh dengan kebijaksanaan Yang Maha
Abadi.
Ajaran mengenai ladang dan yang mengetahui ladang ini, bukan
ajaran baru, tetapi sudah muncul dalam pustaka-pustaka dan ajaran-ajaran
Hindu kuno, dan sudah dikenal oleh orang-orang yang mempelajarinya di
zaman dahulu.
5. Lima elemen kasar, dan rasa "ke-aku-an," juga
pengertian akan yang tak berbentuk kesepuluh indra dan pikiran, dan
kelima indra yang utama,
6. Keinginan (nafsu) dan rasa-benci,
kenikmatan dan penderitaan, bentuk kolektif, intelegensia, keteguhan -
semua ini, secara terperinci diterangkan, sebagai yang mencakup ladang
ini dan modifikasi-modifikasinya.
Kshetra (atau ladang) ini terdiri dan 24 prinsip, yaitu:
1.
Avyakta - yang tak berbentuk. Ini adalah Sang Maya (Ilusi-Ilahi), di
mana semua akan terserap sewaktu terjadi pralaya atau kiamat.
2.
Ahankara — rasa ego, rasa ego yang didasarkan kepada
pengalaman-pengalaman pribadi, pada personalitas, pada diri-pribadi,
merupakan kesadaran dari dan untuk diri pribadi saja.
3. Buddhi —
alasan-alasan, pemahaman, pengertian yang membedakan antara yang benar
dan salah, intuisi, kekuatan untuk langsung mengetahui sesuatu.
4. Mana — sering disebut juga sebagai ekam atau satu;
(5-14)
Terdiri dari sepuluh bentuk indra, yaitu terbagi dua. Yang lima pertama
adalah gnana-indra yang terdiri dari mata (penglihatan), kuping
(pendengaran), hidung (penciuman), lidah (rasa), sentuhan atau organ
aksi. Kemudian lima indra yang berikutnya adalah karma-indra atau juga
disebut indra-indra fungsi yang terdiri dari tangan, kaki, mulut
(wicara), anus dan penis (kemaluan).
(15-19) Kemudian yang disebut
lima indra yang penting (indriyah-gocharah) adalah sparsha (sentuhan),
rasa (merasakan), rupa (pengetahuan), gandha (penciuman) dan shabda
(suara).
(20-24) Lima elemen kasar (mahabhuta) adalah bhum (tanah), apa (air) anala (api), vayu (udara) dan khan (ether).
Kshetra
atau ladang ini mempunyai lima vikara, yaitu bentuk atau transformasi,
atau bisa disebut juga penggantian atau modifikasi, dan sebagainya. Yang
masing-masing adalah:
a. iccha dan dvesha — yaitu keinginan dan
aversi (rasa dualisme yang saling bertentangan seperti suka-tak suka,
panas-dingin, benci-sayang, dan lain sebagainya);
b. sukham dan dukham — yaitu kenikmatan dan penderitaan;
c. sanghata — yaitu bentuk kolektif tubuh atau raga;
d. chetana — yaitu kesadaran, intelegensia, pikiran dan pengetahuan;
e. dhriti — yaitu keteguhan, ketegaran dan tekad yang kuat.
Harus
diketahui bahwa fungsi psikological seperti nafsu (keinginan) dan
aversi, kenikmatan, dan penderitaan, intelegensia, keteguhan adalah
sifat-sifat yang berhubungan dengan kshetra (ladang) dan bukan pada Sang
Atman. Kshetra atau ladang ini terbentuk dari raga dan pikiran dan
bukan dari Sang Atman. Sebaliknya kshetra ini merupakan tempat
bersemayam Sang Atman ini. Vikara atau modifikasi timbul dalam kshetra
karena sang jiwa kita berhubungan dengan Sang Maya; Sang Maya kemudian
mempermainkan jiwa kita dan timbullah gelombang-gelombang dan
pergantian-pergantian dalam pikiran dan jiwa kita, yang selalu
terombang-ambing oleh permainan atau ilusi Sang Maya ini. Sekali
terlibat dan tenggelam dalam manis dan pahitnya Sang Maya maka sukarlah
bagi seorang manusia untuk lepas dari cengkeramannya dan jadilah kita
budak duniawi ini. Jiwa kita dengan statusnya yang suci (Sang Atman)
tidak ditakdirkan sebagai tuan dari Sang Maya ini, lain dari para Avatar
a, yaitu Yang Maha Esa yang menjelma menjadi manusia seperti Sang
Kreshna dan Sang Rama, mereka ini masing-masing pada zamannya sewaktu
bereinkarnasi sebagai manusia tidak dapat dikuasai oleh Sang Maya,
sebaliknya merekalah yang menguasai atau menjadi tuan dari Sang Maya
ini.
7. Rendah-diri, tidak berpura-pura, tidak menyakiti makhluk
lainnya kesabaran, bertindak berdasarkan kebenaran, merawat dan bekerja
demi guru-spiritual, pembersihan diri (raga dan pikiran), ketegaran dan
kendali-diri,
8. Bersikap tidak acuh pada benda-benda atau hal-hal
yang berhubungan dengan indra-indra, tak mempunyai rasa egois, mengenal
akan sifat-sifat buruk dari kelahiran, kematian, masa-tua, penyakit dan
penderitaan.
9. Tanpa keterikatan, tidak mengidentifikasikan dirinya
dengan putra-putrinya, dengan istri dan rumahnya, dan selalu bersikap
sama rata secara konstan terhadap hal-hal dan kejadian-kejadian yang
menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan.
10. Dedikasi kepadaKu
tanpa henti-hentinya, melalui yoga (ilmu pengetahuan), menyepikan diri
ke tempat-tempat yang tenang, tak berkeinginan untuk berkumpul secara
duniawi.
11. Selalu berusaha untuk mempelajari ilmu pengetahuan
tentang Sang Atman, intuisi langsung dengan maksud untuk mengenal
Kebenaran - inilah yang disebut kebijaksanaan. Semua hal yang berlawanan
dengan ini adalah kebodohan (tak-berpengetahuan).
Pelajaran atau
jalan kebijaksanaan dipaparkan dengan baik dan terperinci oleh Sang
Kreshna di atas. Semuanya berjumlah 20 karakter atau sifat, dan
kedua-puluh sifat ini adalah akar atau fondasi dari kebijaksanaan yang
akan mengantarkan seseorang kepada Yang Maha Esa, ke ilmu pengetahuan
sejati tentangNya. Kebijaksanaan ini kalau dipelajari dengan seksama
adalah indikasi dari sifat-sifat moral yang amat super atau prima, yang
menjadi dasar dari tindakan-tindakan kita yang baik dan benar, yang
lepas dari rasa duniawi, dan rasa memiliki, dari nafsu-nafsu dan malahan
menjadi dasar yang kokoh dan benar dari setiap tindakan kita dan
mendorong kita untuk lebih banyak melihat ke dalam diri kita sendiri.
Kedua-puluh sifat ini menunjukkan arah seseorang kepadaNya tanpa pamrih
dan penuh dedikasi dan kebenaran bagiNya semata.
12. Akan Ku sabdakan
tentang sesuatu yang harus diketahui, yang setelah diketahui, maka
tercapailah keabadian — Sang Brahman, Yang Tak bermula, Suci dan Agung,
Yang dapat disebut Sat (Berbentuk) dan juga dapat disebut Asat (Tidak
Berbentuk).
Yang mengetahui ladang ini disebut Kshetmgna, lalah Yang
Maha Suci dan Agung Para Brahman. la tak dapat dikualifikasikan karena
Yang Maha Esa ini di luar kualifikasi yang dibuat manusia, seyogyanyalah
la lalu disebut sat dan asat (berbentuk dan tidak berbentuk). la diluar
kedua faktor ini dan Maha Agung dan Suci. Ia hadir dan ada tetapi pada
saat yang bersamaan Ia pun tak hadir dan tak ada atau tak terlihat. Yang
Maha Esa tak dapat dikualifikasikan atau digambarkan karena dengan
begitu malahan membatasiNya, dan tak mungkin Ia dapat dibatasi karena
Maha Tak Terbatas Yang Maha Esa ini.
13. Di mana pun Sang Brahman ini
mempunyai tangan-tangan dan kaki-kaki, di mana pun Ia bermata,
berkepala dan bermulut. Ia mendengar di setiap tempat, dan Ia tinggal di
dunia ini, menyelimuti (meliput) semuanya.
14. Ia bersinar di
semua fungsi indra-indra, tetapi lepas dari indra-indra ini. tak
terikat, tetapi Ia lah penunjang semuanya. Ia bebas dari segala kualitas
(Nirgunam), tetapi Ia juga yang menikmati semua kualitas.
Sang
Brahman ada tapi tak ada. Ia hadir dalam Prakriti tetapi tak terlihat
oleh kita. Ia sukar menemukan istilah yang tepat tentang Yang Maha Esa
ini dan Ia hanya dapat dijelaskan secara minim dalam paradoks-paradoks
saja. Ia hadir dalam setiap hal, sifat, bentuk atau aksi, tetapi tak
pernah terlibat secara langsung.
15. Di luar dan di dalam semua
makhluk Ia hadir dan juga bergerak. Terlalu sukar untuk dipersepsikan Ia
ini. Ia dekat tetapi juga Ia amat jauh.
Benar kata filsuf Meister
Eckhart, "Semakin dalam Tuhan di dalam diri sesuatu, semakin di luar Ia
berada dari sesuatu tersebut." Ia bergerak tetapi tanpa gerak, Ia dekat
tapi jauh. Ia tak dapat diterangkan tetapi Ia dapat dirasakan
kehadiranNya ditengah-tengah kita
16. Ia hadir tak terbagi-bagi di
dalam makhluk-makhluk, tetapi Ia bersemayam secara sama rata (di dalam
diri makhluk-makhluk seakan-akan terpisah-pisah). Ia penunjang semua
makhluk dan benda. Ia pemusnah kehidupan, tetapi Ia juga pemberi
kehidupan.
Di atas sudah cukup tergambar atau terbayang atau terasa
dan terlihat oleh kita akan semua kebesaranNya., sebagai pemusnah
sekaligus pemberi kehidupan, sebagai yang tak ada di dalam setiap yang
ada, sebagai yang beraksi dalam setiap tak-aksi, atau pun sebaliknya.
17. Ia
adalah Cahaya dari semua cahaya. Ia yang dikatakan sebagai di luar
kegelapan. Ia adalah kebijaksanaan, tujuan dan kebijaksanaan yang
dicapai dengan kebijaksanaan. Ia bersemayam di dalam hati semuanya.
Salah
satu sifatNya adalah Cahaya atau Nur, Sang Surya Yang Eka, tetapi
bersinar dalam hati setiap insan dan makhluk. Ia juga adalah ilmu
pengetahuan yang sejati, sekaligus obyek dan tujuan ilmu pengetahuan
sejati tersebut. Para pencariNya melakukan perjalanan spiritual guna
mencariNya, justru dari luar ke dalam diri mereka sendiri karena Ia
bersemayam dalam diri setiap insan dan makhluk ciptaanNya. Ia hadir di
mana-mana, tangan-tangan dan kakinya tersebar di setiap sudut dan
penjuru dunia. Ia adalah satu-satuNya yang berada di kegelapan, karena
Ia lah Cahaya dari semua cahaya.
18. Begitulah telah Ku katakan
kepadamu, secara singkat dan terperinci, tentang ladang ini, tentang
ilmu pengetahuan dan obyek dari ilmu pengetahuan ini. PemujaKu, setelah
mengetahui ini, memasuki DiriKu.
Tiga hal yang penting untuk
diketahui, yaitu ladang (kshetra); ilmu pengetahuan (gnana), yang
dimaksud ini bukan ilmu pengetahuan yang ilmiah, tetapi justru yang gaib
dan dianggap sejati; obyek dari ilmu pengetahuan ini (gneya). Mengenal,
mengetahui atau menghayati ketiga prinsip ini dalam kehidupan kita
sehari-hari berarti mencapai Yang Maha Esa, Yang Agung dan Suci lepas
dari segala penderitaan. Seseorang yang memiliki ilmu pengetahuan ini
akan mencapai cinta-kasih (bhakti). Yang Maha Esa dapat dicapai oleh
mereka yang sederhana, rendah-hati dan penuh kasih, yang telah
memurnikan jiwa dan hatinya. Yang ingin mengenalNya dengan baik harus
belajar terlebih dahulu untuk mencintai semuanya, sadar bahwa semua
orang dan makhluk dan benda adalah alat-alatNya belaka yang harus
memainkan peranannya masing-masing di kehidupan ini. Setelah sadar akan
hakikat cinta-kasih yang sejati maka orang ini akan meningkat untuk
'bercinta-kasih denganNya." Hidup ini lalu berubah penuh dengan
cinta-kasihNya. Hidup tidak seharusnya dihitung dari tahun-ke-tahun atau
hari-ke-hari, tetapi dari dalamnya cinta-kasih kita terhadapNya dan
terhadap semua ciptaan-ciptaanNya. Bagaimana seseorang yang suci-murni
dapat merusak atau mencederai ciptaan-ciptaanNya yang lain, sekiranya la
betul-betul telah murni cinta-kasihnya pada Yang Maha Esa?
Seorang
mistik bernama Bayazid sekali masa pernah ditanya umurnya, dan ia
menjawab baru berusia empat tahun. Padahal usianya telah mencapai 74
tahun. Tentu saja para penanya menjadi heran karenanya. Tetapi Bayazid
dengan rendah hati menerangkan bahwa selama 70 tahun ia jauh dari Tuhan,
dan dekat dengan dunia. Baru empat tahun terakhir ini ia merasakan
dekat kepadaNya dan merasakan kasih-sayangNya yang tak terhingga,
mendengarkanNya Yang tak pernah didengarNya sebelum ini, merasakanNya
Yang tak pernah tersentuh olehNya selama ini. "Jadi baru empat tahun ini
aku betul-betul hidup!" seru Bayazid.
19. Ketahuilah bahwa Prakriti
(unsur benda atau sifat) dan Purusha (sang Jiwa), kedua-duanya tidak
bermula. Dan ketahuilah bahwa semua modifikasi dan guna (kualitas) lahir
dariNya.
Prakriti dan Purusha tak bermula dan sudah hadir sebelum
penciptaan dunia. Tetapi semua pergantian, modifikasi dan sifat-sifat
alam ini berasal dari Prakriti, yang lahir dariNya.
20. Benda atau
alam dikatakan sebagai yang menjadi penyebab yang memancarkan sebab dan
akibat; sang Jiwa dikatakan sebagai penyebab dari pengalaman suka dan
duka.
21. Sang Jiwa yang bersemayam di dalam benda mencicipi
kualitas-kualitas (guna) yang lahir dari benda. Keterikatannya terhadap
guna inilah yang menjadi penyebab kelahirannya secara baik dan buruk.
Kita
lihat sekarang dalam sloka 19-23 tersirat adanya pemikiran baru yang
terbagi pada tiga prinsip, yaitu Prakriti-Benda-Alam, Purusha-Jiwa-Roh
dan Purusha-Parah, Sang Jiwa Yang Maha Agung dan Maha Suci. Purusha dan
Prakriti, kedua-duanya bersifat anadi (yaitu tanpa mula) dan terpancar
atau berasal dari Yang Maha Abadi, Yang Maha Esa, Sang Jiwa Yang Maha
Agung dan Maha Suci. Sang Purusha, atau Jiwa yang telah tergabung dan
bersatu dengan Sang Prakriti, menikmati semua pengalaman-pengalaman
duniawi seperti suka-duka dan lain sebagainya. Karena Jiwa bebas
berkehendak maka ia sudah menyalah-gunakan kehadirannya dalam raga dan
ia hanya tenggelam dalam kenikmatan duniawi ini dan terjebak oleh ikatan
waktu dan ruang.
Jiwa sebenarnya adalah bentuk spiritual tetapi ia
diberikan kebebasan untuk menuju kepada Yang Maha Esa. la dapat
memberikan kasih dan dedikasinya kepada Yang Maha Esa atau kepada Sang
Maya (Sang Ilusi-Ilahi). Sekali ia menjadi budak Sang Maya ia akan
bertolak-belakang dari Yang Maha Esa. Dan sekali ia terjebak dalam ilusi
ini, maka ia akan timbul-tenggelam di dalamnya, terjebak dalam ikatan
waktu dan spasi duniawi ini.
22. Dalam raga (yang dimaksud di sini
adalah raga manusia) bersemayam Sang Jiwa Yang Maha Agung dan Suci. la
disebut sebagai Pengamat, Yang Mengabulkan, Yang Menunjang, Yang
Menikmati Pengalaman, Tuhan Yang Agung, dan Sang Jati Diri Yang Agung
dan Suci.
Dalam raga setiap makhluk terdapat Sang Jati Diri (Sang
Atman) Yang dikenal atau disebut juga sebagai Purusha Parah, Sang
Purusha Yang Maha Agung dan Suci. Ia lah sebenarnya Tuhan yang Maha Esa
dan Agung dengan nama dan sebutan yang beraneka-ragam. Yang Maha Esa
bersemayam dalam diri kita masing-masing sebagai Pengamat, dari setiap
tindakan dan pikiran kita; dari sang Jiwa atau Roh kita. la membiarkan
tindakan kita untuk kemudian dikoreksi yang salah (teguran hati nurani
selalu hadir sebenarnya dalam setiap tindakan kita yang salah, tetapi
sering sekali kita mengabaikannya karena faktor-faktor ego duniawi
kita). Ia, Yang Maha Kuasa, sebenarnya hadir dalam setiap makhluk.
Seandainya Sang Jiwa atau Roh kita jatuh ke jalan Sang Maya, maka Sang
Paratman atau Sahabat Pengamat kita ini pun mengikutinya, menegurnya,
menjaganya, memberikan peringatan-peringatan kepada sang Jiwa kita ini,
dan tak sekalipun Sang Paratman ini mengabaikannya, Ia bahkan menuntun
sang Jiwa ini kembali ke jalannya yang benar. Dengan caraNya Sendiri
Sang Paratman ini mengajari, mempengaruhi dan mengajak sang Jiwa yang
tersesat ini kembali ke arahNya. Maha Besar dan Pengasih, Ia sebenarnya,
karena selalu menyelamatkan kita semua dari jalan kesesatan dalam hidup
ini, agar tercapai misi kita yang seharusnya kita lakukan, yaitu
bersatu kembali denganNya. Sang Paratman adalah "bintang-harapan" kita
yang akan selalu menuntun kita dalam kegelapan duniawi ini, sehingga
akhirnya tak ada satu jiwa pun yang akan tersesat, semuanya akan
dituntun ke arahNya. Sebenarnya Ia adalah tujuan kita semuanya, kalau
saja kita mau menyadari hal ini secara sejati.
23. Seseorang yang
mengetahui (menyadari) tentang Purusha dan Prakriti dengan segala
kualitas-kualitasnya, apapun keadaannya -- ia tak akan lahir kembali.
Seseorang
yang sadar tentang pengetahuan Purusha dan Prakriti ini dengan ketiga
guna (sifat atau kualitas) nya, akan menuju ke arah pembebasan, yaitu
lepas dari dunia ini dan bersatu denganNya. Seseorang yang benar-benar
sadar siapa Sang Purusha Yang Maha Agung dan Suci ini betul-betul adalah
seorang yang telah bebas.
24. Sementara orang menyaksikan Sang Atman
melalui Sang Atman dengan jalan meditasi (dhyana), sementara orang lagi
menyaksikan melalui jalan Sankhya-yoga (jalan ilmu pengetahuan), dan
sementara orang lagi melalui Yoga perbuatan (tindakan, aksi atau
pekerjaan)
25. Yang lainnya lagi, tidak mengenal jalan-jalan yoga
ini, memuja, karena pernah mendengarkannya dari yang lain-lainnya; dan
mereka pun lepas dari kematian, pedoman mereka adalah skripsi-skripsi
(shruti).
Ada empat metode yang menuntun kita ke arah Yang Maha Esa,
atau yang disebut juga Purusha Yang Maha Agung dan Suci dan juga boleh
disebut Kebebasan atau Penerangan. Masing-masing metode terurai di bawah
ini:
a. Meditasi (dhyana) — Banyak yang melakukan metode ini, dan
menemukan Sang Jati Diri di dalam dirinya sendiri. Dengan bermeditasi
kita mencoba untuk berhubungan dengan Sang Atman secara konstan dan
penuh konsentrasi, dengan menjauhkan segala gangguan. Yang penting dalam
meditasi adalah ketenangan, dan makin kita tenang dan tak terusik oleh
pikiran dan keadaan-keadaan di sekitar kita, maka makin mendekatlah kita
kepadaNya. Berbicara tanpa henti malahan membuang-buang energi.
Sebaliknya ketenangan dalam meditasi menjauhkan kita dari hal-hal yang
buruk dan kesalahan-kesalahan duniawi. Sebaiknya dan seharusnya setiap
hari kita menyediakan sedikit waktu kita untuk berdiam diri dan menyatu
denganNya. Dapat kita mulai dengan lima menit saja dahulu, kemudian
meningkat sampai setengah atau satu jam secara bertahap. Janganlah jadi
budak dari pekerjaan-pekerjaan kita, dari kenikmatan dan penderitaan
kita, dan dari kesibukan kita yang tak kunjung ada habisnya. Sisihkanlah
sejenak waktu setiap pagi dan malam untukNya, dan dapatkanlah
kenikmatan yang tak dapat diperoleh di semua kesibukan, kenikmatan dan
penderitaan duniawi kita. Sekali tercapai komunikasi denganNya, kita
akan mengalami keajaiban-keajaiban yang akan mengubah cara hidup kita,
dan makin tabah dan tegarlah kita dalam menghadapi kehidupan yang unik
ini. Ketenangan yang utama adalah dengan memulainya dalam kehidupan dan
diri kita sendiri, dan jalan terbaik adalah dengan berlatih meditasi dan
selalu berusaha untuk bersatu denganNya, Yang sebenarnya bersemayam
tidak jauh, tetapi dalam diri kita masing-masing, agar tercapai jalan
kehidupan yang suci dan sempurna.
Ada yang perlu dilakukan dalam
bermeditasi, yaitu mengucapkan japa secara berulang-ulang. Japa atau
mantra ini dapat bermacam-macam sesuai yang diberikan oleh sang guru
meditasi, tetapi semakin pendek japa ini, semakin efektif hasilnya.
Misalnya satu kata OM atau Tuhan atau Allah atau Hari atau Rama atau
Kreshna atau Yesus, dan lain sebagainya yang sebaiknya dipilih sendiri
yang sesuai dengan diri kita pribadi, yang sesuai dengan hati sebaiknya
dipilih sendiri yang sesuai dengan diri kita pribadi, yang sesuai dengan
hati nurani dan panggilan jiwa kita sendiri. Pilihlah atau temukanlah
sendiri satu kata atau beberapa kalimat puja-puji yang menggambarkan
kebesaran Yang Maha Esa, dan sewaktu bermeditasi ucapkanlah
berulang-ulang penuh konsentrasi, dedikasi dan kasih. Lama-kelamaan kata
yang spesifik tersebut atau juga japa dan mantra yang telah teringat
itu akan terus mengiang atau terucap dalam kita melakukan pekerjaan kita
sehari-hari, bahkan di tengah-tengah kesibukan atau sedang berolah-raga
misalnya. Kalau ada problem yang datang mengganggu ucapkan kata sakti
tersebut, memohon Yang Maha Esa untuk melindungi kita semua, dan
usahakanlah untuk menyatu denganNya selalu di mana saja dan kapan saja
dan lama-kelamaan perhatikanlah efeknya. Seluruh hidup kita akan berubah
menjadi lebih stabil dan tenang, dan kita jauh dari segala gejolak
nafsu kita dan juga jauh faktor-faktor buruk dan negatif, secara
bertahap tetapi pasti hidup akan bertambah tenang, stabil dan kesadaran
akan menyusup masuk ke dalam diri kita berkat kasihNya yang tak
terbatas.
Bagi sementara orang atau para pemula, bermeditasi dengan
membayangkan atau memusatkan pikiran pada suatu bentuk juga sangat
bermanfaat; contoh, membayangkan wajah atau figur Sang Kreshna, Rama,
Shiva, Buddha untuk mereka yang beragama Hindu dan Buddha. Dan untuk
mereka yang beriman Kristiani dengan membayangkan figur Tuhan Yesus, dan
lain sebagainya sesuai dengan masing-masing kepercayaannya.
b.
Metode Sankhya - metode dengan dasar intelektual atau ilmu pengetahuan
yang mencoba atau mempelajari tentang Sang Jati Diri, sebagai sebagian
dari Yang Maha Esa.
c. Karma-yoga — yaitu metode kerja atau tekad
tanpa pamrih dan penuh dengan pengorbanan dan disiplin bagiNya semata.
Sang karma-yogi dalam hal ini melakukan semua perbuatan, tugas dan
pekerjaan duniawinya dalam bentuk dedikasinya kepada Yang Maha Esa dan
tak mengharapkan apapun juga dari hasil pekerjaannya ini, yang semuanya
diserahkan secara utuh dan bulat-bulat kembali kepadaNya. Hidup sang
karma yogi jadi suci dan bersih karena setiap tindakan dan efeknya
dipasrahkan kepada Yang Maha Esa dan ia selalu berpikir dan berkata
terjadilah kehendakNya" dan ia pun menerima semua kehendakNya tanpa
protes dan penuh ketenangan, walaupun yang ia terima itu dalam bentuk
suka dan duka, nikmat atau penderitaan, baik atau buruk, positif atau
negatif, semuanya diterima dengan kasih dan dedikasi sebagai kehendak
Yang Maha Kuasa juga. Hidupnya adalah pencetusan dari kehendak Yang Maha
Kuasa, dan diterimanya tanpa pamrih.
d. Metode upasna — dalam metode
ini seseorang memuja Yang Maha Esa sesuai dengan yang dipelajarinya
atau yang didengarkannya dari sang guru atau orang-orang lain. Cara ini
dilakukan oleh para pemula. Dan lama-kelamaan mereka pun terangkat ke
permukaan pemujaan mereka dan mendapatkan penerangan Ilahi. Ternyata
Yang Maha Pengasih secara amat bebas membuka berbagai jalan untuk
mencapaiNya, jalan atau metode apa saja yang diambil seseorang, yang
penting adalah dedikasi, kesetiaan, dan kasih yang tulus kepadaNya, dan
Ia akan selalu beserta kita menuntun kita ke jalanNya yang terang dan
suci.
26. Benda atau makhluk apapun yang dilahirkan, oh Arjuna, baik
ia bergerak maupun tidak bergerak, ketahuilah itu datang dari gabungan
antara ladang dan Yang Mengetahui ladang ini.
Setiap benda atau
makhluk, atau apapun saja yang diciptakan oleh Yang Maha Kuasa di alam
semesta ini tercipta karena gabungan atau kombinasi dari Kshetra
(ladang) dan Kshetragna (Sang Pengenal Ladang), gabungan dari Purusha
dan Prakriti, dari Sang Jiwa dan benda atau alam dan sifat-sifatnya.
27. Seseorang
yang melihat Tuhan Yang Maha Agung dan Suci bersemayam secara sama di
setiap benda dan makhluk, Yang Maha Tak Terbinasakan dalam setiap benda
atau makhluk yang dapat binasa — ia benar-benar melihat.
Yang Maha
Esa bersemayam dalam setiap bentuk ciptaannya secara adil sama rata,
jadi lupakanlah pendangan atau rasa yang penuh diskriminasi atau yang
merendahkan martabat orang lain atau sifat melecehkan makhluk lain.
Diskriminasi akan kasta atau orang-orang yang dianggap berdosa dan buruk
harus dijauhi, ingat Yang Maha Kuasa hadir dalam semuanya tanpa
diskriminasi! Ia hadir di setiap sisi dan sudut alam semesta ini dalam
berbagai ciptaan-ciptaanNya. Jangan sekali-kali memandang tinggi kasta
kita, kedudukan atau pun martabat dan kekayaan kita, apalagi kemampuan
kita berbuat sesuatu, karena semua itu sebenarnya tidak berarti
sama-sekali di mataNya. Yang berarti hanyalah la dan kehadiranNya di
mana saja, baik yang di kecil maupun yang di besar. Siapakah kita ini
sebenarnya yang hanya bisa membeda-bedakan saja, yang hanya bisa melihat
baik dan buruk seseorang tanpa mau tahu akan hakikat dari kebenaran
kehidupan ini. Mengetahui kehadiran Yang Maha Esa di setiap ciptaanNya
berarti menghilangkan rasa takut, benci, diskriminasi, iri-hati pada
sesama kita, dan sebaliknya kemudian menimbulkan kasih-sayang kepada
sesama kita baik itu berupa manusia, makhluk-makhluk di alam semesta
ini, pepohonan, batu-batuan dan semua unsur-unsur alam di sekeliling
kita.
Ia Yang Maha Kuasa adalah Yang Tak Terbinasakan tetapi Ia hadir
dalam setiap ciptaan-ciptaanNya yang tak pernah abadi, yang selalu
binasa dan lahir lagi. Ini mengingatkan kita kepada dialog antara St.
Catherine dari Sienna dalam komuninya dengan Yesus Kristus. la bertanya
kepada Tuhan Yesus, "Siapakah daku, Tuhan? Dan beritahu daku siapakah
Engkau?" Dan Yesus menjawabnya, "PutriKu, engkau adalah yang tiada dan
Aku adalah yang Ada." Yang Ada ini selalu hidup dalam yang tiada, yaitu
kita semuanya ini, dan sadarlah akan sesuatu hal, mengapa Yang Ada ini
mau dan bersedia tinggal dalam diri-diri kita ini, yang sering oleh kita
sendiri dianggap sebagai tubuh-tubuh atau raga-raga yang penuh dengan
dosa-dosa dan nafsu-nafsu iblis? Betulkah semua perkiraan kita ini?
Ataukah pernah terpikir oleh kita semua, bahwa Yang Maha Esa menciptakan
raga ini sebagai suatu tempat bersemayam yang sifatnya agung dan suci,
kalau tidak mengapa pula Ia (Sang Atman) mau bersemayam di dalam diri
setiap makhluk-makhlukNya?
Lihatlah sisi lain dari alam semesta dan
ciptaan-ciptaanNya ini, bukankah semua ini adalah refleksi atau cermin
dariNya semata, dari keindahanNya, dari kesucian dan keagunganNya. Dan
kalau anda setuju akan konsep ini, maka bernyanyilah, memujalah,
berbahagialah dalam DiriNya. la hadir dalam diri kita dan kita ada dalam
DiriNya, seharusnyalah kita berorientasi kepadaNya dan jangan
mempergunakan kebebasanNya secara salah dan kemudian terseret dan
terjebak oleh Sang Maya. Satukan diri kita dengan alur Ilahi Yang Murni
dan Suci, bergembiralah kepadaNya. Ingat kita ini adalah kuil-kuil suci
tempat la bersemayam, dan seharusnya kita bertindak suci dan murni.
Renungkanlah pemikiran ini. Om Tat Sat.
28. Melihat, secara benar,
Tuhan Yang Sama hadir di mana pun juga, seseorang tak akan merusak Diri
ini dengan dirinya, dan dengan berbuat demikian ia mencapai Tujuan Yang
Suci dan Agung.
Seperti kita ketahui sekarang, maka di dalam setiap
makhluk yang bernyawa hadir bentuk "diri" yang rendah dan kecil
sifatnya, dan juga bentuk "Diri" Yang Agung dan Tinggi sifatNya, yaitu
yang disebut Sang Atman, Yang Maha Esa itu Sendiri dalam bentuk yang
bersifat sebagian dariNya juga. Menyadari hal ini, seseorang tak akan
membiarkan jiwa-raganya membunuh atau mengotori dan menodai DiriNya Yang
Agung dan Suci yang bersemayam di dalam jiwa-raga itu sendiri, dan
kesadaran semacam ini akan menuntun kita ke arah Yang Maha Esa atau
dengan kata lain ke Tujuan Yang Suci dan Agung.
29. Seseorang yang
melihat bahwa semua perbuatan dilakukan oleh Prakriti (alam) dan bahwa
Sang Atman itu tak bertindak - ia melihat secara benar.
Alam atau
Prakritilah yang bertugas untuk bekerja, beraksi atau bertindak dan
berbuat, tetapi Sang Atman tak pernah melakukan apapun juga. la hadir
sebagai saksi, penuntun, pengamat, tetapi ditegaskan Sang Kreshna, Sang
Atman tidak berbuat suatu tindakan apapun juga. Semua perbuatan kita
terjadi akibat dari ikatan kita pada guna-guna yang berkaitan dengan
Prakriti. Sang Jiwa mengikuti kita terus selama kita mengembara di dunia
fana ini sebagai saksi, penuntun dan pengamat kita dan dengan kasihNya
melepaskan kita dari ikatan Prakriti ini yang diakibatkan oleh ulah kita
sendiri yang terlalu bebas untuk 'bermain' dengan Sang Maya.
30. Bila
seseorang menyadari bahwa berbagai bentuk kehidupan ini berakar pada
Yang Esa dan terpancar (tersebar) keluar dari Yang Maha Esa, maka ia
mencapai Brahman.
Menyadari seluruh alam semesta ini berasal dariNya
secara sejati, apapun bentuk atau manifestasinya, maka seseorang yang
benar-benar sadar secara sejati dan menghayati kesadarannya itu dalam
kehidupannya sehari-hari langsung juga akan segera menyadari akan
hakikat Yang Maha Esa. Melihat atau menyadari Yang Maha Esa adalah
mencapaiNya.
31. Sang Atman Yang Tak Terbinasakan, Yang Agung dan
Suci ini, oh Arjuna, tak bermula dan tanpa guna (sifat-sifat Prakriti).
Dan walaupun la bersemayam di dalam raga, tetapi la tak bertindak atau
pun terpengaruh oleh tindakan (raga ini).
Sang Paratman, Yang
bersemayam secara Agung dan Suci dalam diri kita ini, dikatakan oleh
Sang Kreshna sebagai tak bermula, dan tanpa sifat-sifat Prakriti.
Walaupun Ia selalu hadir, Ia tidak bertindak sedikit pun, dan walaupun
Ia hadir di dalam raga kita Ia juga tak tercemar oleh tindakan-tindakan
kita yang buruk dan negatif, begitupun Ia tak tersentuh oleh
perbuatan-perbuatan kita yang baik dan positif. Ia tak terpengaruh
sedikit pun oleh kita, sebaliknya makin kotor perbuatan kita maka makin
jauhlah kita ini dariNya, dan makin positif tindakan kita, maka makin
teranglah Ia hadir ke hadapan kita. Maka ibaratkanlah diri kita sebagai
cermin yang bersih, agar refleksi atau bayanganNya tersingkap atau jatuh
secara jelas di raga kita ini. Renungkan ini dengan seksama. Ia jauh
kalau kita jauh, Ia dekat kalau kita dekat. Padahal sebenarnya Ia selalu
dekat di dalam diri kita.
32. Bagaikan ether, walau hadir di mana
pun juga, tak pernah ternoda, karena bentuknya yang lembut (tak
terlihat), begitu pun Sang Atman, walau hadir di raga mana pun, (la)
lepas dari segala noda-noda.
Bagaikan ether yang terdapat di seluruh
alam semesta ini dan menjadi penunjang hidup kita yang amat vital,
tetapi tak pernah terlihat oleh mata kita karena sifat-sifat alaminya
yang demikian lembut, maka begitu juga Sang Atman Yang Mana Hadir di
mana saja dan kapan saja dalam setiap ciptaan-ciptaanNya tak pernah
nampak oleh mata duniawi kita karena kebodohan dan
kekurangan-pengetahuan kita, maka singkapkanlah semua kebodohan kita ini
agar dapat kita mengenalnya lebih terang lagi, dan masuk menyatu
kedalamNya. Om Tat Sat.
33. Bagaikan satu mentari yang menyinari
seluruh dunia ini, maka begitu juga Penguasa dari ladang ini menyinari
seluruh ladang ini, oh Arjuna!
Perumpamaan satu mentari dengan Sang
Atman Yang Juga Eka (satu) sifatnya adalah suatu perumpamaan yang
menarik, karena Sang Surya walaupun hanya satu yang terlihat dari bumi
ini (dunia ini), ternyata mampu menyinari seluruh bumi kita bahkan juga
rembulan dan spasi-spasi diantara bumi dan bulan dan juga sekitarnya.
Sang Surya dari kejauhan nampak kecil dan amat terang-benderang, tetapi
sebenarnya ia amat jauh letaknya dari bumi kita ini. Begitupun Sang
Atman, la dekat tapi jauh, la jauh tetapi dekat, bahkan sangat dekat dan
menerangi kita semua. Dan seperti juga Sang Surya yang menerangi kita
tetapi tak tercemar oleh perbuatan kita, maka Sang Atman pun tak pernah
tercemar atau ternoda oleh perbuatan-perbuatan kita yang buruk atau
terpengaruh oleh perbuatan-perbuatan yang baik.
Suatu saat,
Sokrates, seorang filsuf terkenal dari Yunani di masa lalu, pernah
ditanya oleh salah seorang muridnya tentang 'kebaikan,' yang selalu
diajarkan Sokrates kepada murid-muridnya, dan Sokrates menunjuk kepada
matahari sebagai suatu contoh dari 'kebaikan' yang selalu hadir dari
masa ke masa, dari waktu ke waktu, tetapi tak pernah tercemar oleh bumi
dan manusia. Mungkin pemikiran atau ajaran Sokrates ini pun baik untuk
kita renungkan untuk lebih menghayati akan kebesaran dan kehadiran Sang
Atman dalam diri kita. Sang Surya selalu bersinar tanpa bosan-bosannya
demi alam yang harus ditunjangnya. Bukankah Yang Maha Esa itu Sendiri
bersifat atau berkarakter demikian juga, selalu mengasihi tanpa
bosan-bosannya dan tanpa henti-hentinya kepada kita semuanya, walaupun
sering sekali kita tersesat dalam perjalanan hidup kita ini. Tetapi Ia
Maha Penunjang dan Penuntun kita semuanya. Om Tat Sat.
34. Mereka
yang melihat perbedaan antara ladang dan Sang Pengenal Ladang ini,
dengan mata kebijaksanaan, dan yang sadar bagaimana makhluk-makhluk
maupun benda-benda dapat lepas dari Prakriti - bebas dari bentuk alam -
mereka benar-benar pergi ke Yang Maha Agung dan Suci.
Dalam Upanishad
Bhagavat Gita, Ilmu Pengetahuan Yang Abadi, Karya-Sastra Yoga, dialog
antara Sang Kreshna dan Arjuna, maka bab ketiga-belas ini disebut:
Kshetra Kshetragna Vibhaga Yoga atau Ilmu Pengetahuan tentang Falsafah Kehidupan