Bersabdalah yang maha pengasih :
1.Sekali lagi akan Ku sabdakan
kepadamu kebijaksanaan Yang Suci dan Agung –kebijaksanaan yang terbaik
dari semua kebijaksanaan- mengetahui hal mana, para resi kemudian
menuju kearah kesempurnaan yang paling tinggi.
2.Berlindung pada kebijaksanaan ini, mereka lalu bersifat sama dengan
Ku. Mereka tidak lahir pada waktu penciptaan dan tidak binasa pada
waktu penghancuran (kiamat).
Sang Kreshna di Bab ini menguraikan
mengenai pengetahuan tentang ketiga guna (sifat-sifat alami), kemudian
hubungan guna ini dengan prakriti dan penguasaan atas guna ini oleh
para resi dan orang-orang suci di zaman dahulu kala. Dengan menguasai
ketiga guna ini maka akan tercapailah kebijaksanaan yang agung dan
suci dari hidup ini. Dan dengan mencapai kebijaksanaan ini para resi
dan orang-orang suci itu telah mencapai kesempurnaan yang agung dan
suci yang disebut nirvana atau pari-nirvana.
Berlindung dibawah
kebijaksanaan ini para orang-orang suci ini lalu diberkahi oleh yang
maha esa sifat-sifat identik dari diri Sang Kreshna dan merekapun
lalu tumbuh dan hidup dalam bentuk Sang Kreshna yang suci dan agung.
Inilah hasil mengikuti dengan setia dan penuh dedikasi ajaran-ajaran
Sang Kreshna. Dengan kata lain mereka ini, para orang-orang suci,
berasimilasi dengan sari atau inti Sang Kreshna itu sendiri; atau
dengan bahasa singkat dan sederhana, menyatu dengan Sang Kreshna.
Dan sekali bersatu denganNya, mereka ini lepas dari kehidupan duniawi
ini, lepas juga mereka ini dari siklus lahir dan mati yang
berulang-ulang, bahkan penciptaan dan penghancuran kehidupan-kehidupan
berikutnyapun mereka tidak diikut sertakan lagi karena dianggap Yang
maha Esa mereka ini telah mencapai status pari-nirvana, yaitu menyatu
denganNya kembali secara abadi. Om Tat Sat.
3.KandunganKu adalah
Sang Brahma yang agung; dan disitu aku letalkan benih ini, dari
kandungan ini lahirlah setiap benda dan mahluk, Oh Arjuna.
4.Dalam
setiap kandungan apapun juga, lahir berbagai bentuk kehidupan, Oh
Arjuna, dan Sang Brahma Agung adalah kandungan mereka ini, dan Aku
adalah Sang Ayah yang menabur benih-benih ini.
Yang dimaksud dengan
Sang Brahma Agung di sini adalah mahad-brahma, yaitu Sang Maya yang juga
diibaratkan atau disamakan dengan kandungan di mana Sang Kreshna sebagi
seorang Ayah menaburkan benih-benihNya, yang kemudian tumbuh menjadi
berbagai bentuk ciptaan-ciptaanNya.
Mahad-Brahma atau Sang Brahma
yang agung ini juga sama dengan Prakriti atau alam ini, dan Sang Kreshna
adalah Ayah atau Bapak dari setiap benih yang ditaburkanNya. Jadi hanya
Ia yang dapat menentukan lahirnya seseorang atau makhluk atau benda di
alam semesta ini dan ingat di dalam setiap ciptaanNya terdapat Sang Jiwa
atau juga benih kehidupan yang bersal dariNYa. Dan menurut Bhagawat
Gita, maka benih yang ditaburkan ini berasal dari Sang Kreshna, Yang
Maha Esa, jadi dengan kata lain dalam setiap ciptaanNya hadir sebagian
dari Yang Maha Esa, atau Yang Maha Esa itu sendiri ada di dalam setiap
Ciptaan-ciptaanNya Sendiri. Sayang sekali, kita manusia sering sekali
lupa bahwa kita berasal dari benih Yang Agung dan Suci, dan kita lebih
suka tenggelam dalam alur kehidupan duniawi ini, dalam kandungan Sang
Maya itu sendiri. Padahal Sang Maya atau Prakriti ini hanyalah alat yang
mengandung kita dan menumbuhkan kita agar kita tumbuh dan lahir untuk
kembali kepadaNya lagi. Bukanlah itu maksud dan tujuan Yang Maha Esa,
tetapi kita diberikan kebebasan untuk memilih maka kebanyakan kita
memilih untuk terus tinggal di dalam kandungan Sang Maya yang penuh
ilusi kenikmatan, padahal itu semua berada di dalam kegelapan.
Pikirkanlah dengan seksama, bukankah kita semua harus kemnbali dan
berbakti pada Ayah kita Yang Agung dan Suci dan menyatu kembali
denganNya? Pikirkanlah secara seksama dan menurut hati-nurani anada mana
yang benar dan mana yang salah? Dengan kasih Sang Ayah yang suci dan
Agung ini pasti kita akan dituntun kembali kepadaNya. Om Tat Sat.
5. Ketiga
kualitas (guna), yaitu sattva, raja dan tama lahir dari Prakriti.
Mereka ini mengikat erat di dalam raga, Oh Arjuna, Yang Tak Terbinasakan
yang bersemayam di dalam raga.
Ketiga guna atau kualitas alami ini
yang lahir dari Prakriti dan merupakan sifat-sifat dominan dari Sang
Prakriti itu sendiri, selalu hadir dalam diri kita. Setiap tindakan kita
sebenarnya didasarkan pada ketiga sifat Prakriti ini, dan ketiga sifat
ini sedemikian dominannya di dalam raga kita sehingga diibaratkan
mengikat Sang Atman (Yang Tak Terbinasakan) yang bersemayam di dalam
diri kita. Ikatan erat ini begitu gelap sifatnya, sehingga kita yang
sudah mabuk duniawi ini tidak dapat melihat Sang Atman yang sebenarnya
hadir bercahaya terang di dalam diri kita sendiri.
6. Diantara
sifat-sifat ini, sattva, karena kesuciannya, membawa penerangan dan
kesehatan. Sifat ini mengikat dengan ikatan kebahagiaan dan ikatan ilmu
pengetahuan, oh Arjuna.
Apakah sattva itu? Sattva adalah sifat-sifat
kesucian atau kemurnian atau penerangan. Tetapi walaupun disebut
kemurnian toh sifat ini dapat mengikat jiwa kita ke raga dan menimbulkan
keterikatan. Sifat sattva membuat kita selalu berorientasi pada
tindakan-tindakan yang baik dan pencarian ilmu pengetahuan yang benar.
Tetapi sering sekali sattva pun mengarahkan kita kepada
keterikatan-keterikatan dalam bentuk ilmu pengetahuan ini sehingga
terikatlah seseorang pada pikiran-pikiran, analisis dan metode-metode
dan lain sebagainya, dan semua ini menjadi tujuan ilmu pengetahuan
mereka yang mempelajarinya, bukan jalan untuk mengenalNya, Yang Maha
Pencipta. Semua ini membuat seseorang yang bersifat Sattva terikat pada
pekerjaan dan kebaikan-kebaikannya, tetapi tidak membuat orang-orang ini
berorientasi kepada Yang Maha Esa secara murni, padahal sifat dasar
mereka ini sattvik.
Di dunia barat misalnya banyak terdapat ilmuwan
yang bersifat sattvik, tetapi tujuan mereka hanya terpusat pada ilmu
pengetahuan itu dan pemecahannyasecara ilmiah saja, mereka sama sekali
tidak berpikir tentang Yang Maha Esa, Sang Pencipta ilmu-ilmu ini.
Sebaliknya di timur, Yang Maha Esa masih manjadi tujuan atau akhir dari
semua ilmu pengetahuan ini, sehingga tidak mengherankan kalau pada abad
modern dewasa ini masih banyak orang yang dianggap pandai atau
terpandang melepaskan jabatan mereka dan terjun ke dunia spiritual dan
melepaskan semua ikatan-ikatan dan unsur-unsur duniawi mereka untuk
mencari penerangan ilahi. Mereka ini benar-benar jalan dengan
sifat-sifat sattva dan mengarahkan sifat-sifat suci ini untuk tujuan
yang mulia dan tak mau terikat oleh sifat-sifat ini. Dengan kata lain,
sifat-sifat sattva ini hanyalah alat-alat belaka bagi orang-orang suci
ini.
7. Ketahuilah olehmu, oh Arjuna, bahwa sifat raja, yang
berciri emosional ini adalah sumber dari keterikatan dan rasa tak puas.
Dan sifat raja ini mengikat jiwa yang ada di dalam raga dengan
keterikatan-keterikatan aksi atau perbuatan.
Sifat-sifat raja adalah
energi, mobilitas, emosi dan raja juga berati keinginan atau kehausan
untuk hidup. Dengan kata lain, sifat raja dapat diartikan energi yang
penuh dengan keinginan dan nafsu-nafsu yang tak terpuaskan. Sifat ini
adalah anak dari nafsu-nafsu yang kuat dan juga dari keterikatan itu
sendiri. Raja mengikat kita, mengikat jiwa kita erat-erat ke Sang
Prakriti melalui aktivitas dan aksi.
Di kala seseorang penuh dengan
keserakahan atau penuh dengan kegelisahan eksternal yang dikarenakan
aktivitas-aktivitasnya, maka dapat dipastikan sifat-sifat raja sedang
berkuasa atas diri orang itu. Seseorang yang amat aktif, ambisius dan
penuh semangat kerja atau daya juang yang tinggi untuk
kebutuhan-kebutuhan duniawinya juga menunjukan sifat-sifat raja yang
sedang dominan dalam dirinya.
Seseorang yang bersifat raja atau
rajasik ini bekerja keras bagi dirinya sendiri, bukan untuk Sang Kreshna
atau Yang Maha Esa. Ia ingin selalu berkuasa atau berpengaruh atas
orang-orang disekitarnya. Seorang dengan sifat raja ini penuh dengan
aksi, inisiatif, ambisi pribadi yang tinggi dan penuh dengan keresahan.
Sebaiknya jika ia ingin keluar dari lingkaran raja ini, maka cara
terbaik adalah bertindak, bekerja, beraksi atau berbuat demi Sang
Kreshna atau Yang Maha Esa semata tanpa pamrih. Tetap bekerja apa saja
sesuai dengan profesi dan kewajibannya, tetapi demi Yang Maha Esa,
pekerjaannya kemudian dengan cara ini akan berubah menjadi yagna.
8. Tetapi
sifat tama (kegelapan total yang penuh kekacauan) ketahuilah olehmu,
lahir dari kebodohan dan adalah sifat yang memperbodoh jiwa. Sifat ini
mengikat dengan ketidakperdulian, kemalasan dan tidur, oh Arjuna.
Sifat-sifat
tama bukanlah bersifat energi atau penerangan, atau aktivitas atau
kesucian. Sebaliknya adalah sifat-sifat kemalasan, ilusi kosong dan
kebodohan yang berkepanjangan sifatnya. Sifat ini mengikat jiwa
seseorang dengan kebodohan, kemalasan, dengan ketidak-acuhan terhadap
setiap hal yang positif. Dengan kata lain di mana terlihat kegelapan
total dalam diri seseorang maka sudah pasti sifat tama sedang berkuasa.
Seseorang
yang bersifat tama hidup tak ubahnya seperti binatang saja. Ia makan,
tidur, minum dan memenuhi hasrat-hasrat raganya saja dari saat ke saat.
Tidak ada idealisme atau cita-cita dalam dirinya. Ia malas, bodoh, tak
perduli dan selalu tak acuh pada hal-hal yang bersifat baik. Tetapi
sifat tama ini juga bisa didobrak dan seseorang yang terjerat dalam
lingkaran kebodohan ini dapat keluar juga. Caranya adalah dengan
berdharma bakti kepadaNya semata, meminta perlindunganNya semata dan
bekerja tanpa pamrih untuk Yang maha Esa. Sang Bayu (angin) tidak saja
merambah dan bertiup diantara dedaunan pohon-pohon yang besar dan tinggi
saja, tetapi Sang bayu juga bertiup diantara rerumputan liar dan kecil
yang berada di bawah pohon-pohon besar ini. Yang penting adalah kemauan
kita sendiri untuk merasakan tiupan ini, merasakan kehadiranNya diantara
kita semuanya dan mau mengikuti ajaran-ajaranNya.
9. Sattva
mengikat (seseorang) kepada kebahagiaan, raja mengikat kepada aksi, oh
Arjuna. Dan sifat tama membungkus kebijaksanaan, mengikat seseorang
kepada ketidak-perdulian.
10. Sewaktu sattva berada diatas
raja dan tama, maka berkuasalah sattva, oh Arjuna! Di kala raja berada
diatas sattva dan tama, maka berkuasalah raja. Dan di kala tama berada
diatas sattva dan raja, maka berkuasalah tama.
11. Di kala sinar kebijaksanaan mengalir keluar dari semua gerbang sang
raga, maka ketahuilah bahwa sattvalah yang berkuasa, oh Arjuna!
12.
Di kala keserakahan, aktivitas eksternal, ambisi untuk bekerja,
keresahan, nafsu-nafsu iri terlihat jelas, ketahuilah bahwa rajalah yang
berkuasa, oh Arjuna!
13. Di kala kegelapan, non-aksi
ketidakperdulian dan kegelapan terlihat jelas, ketahuilah bahwa tamalah
yang berkuasa, oh Arjuna!
14. Kalau seseorang meninggal dunia di
kala sattva berkuasa didalamnya, maka ia akan pergi ke loka-loka yang
tak ternoda di mana tinggal mereka yang mengenal Yang maha Tinggi.
Seorang
sattvik, setelah meninggal dunia maka jiwanya akan pergi ke loka-loka
yang tak ternoda oleh dosa-dosa dan kebodohan. Tetapi ia masih harus
bekerja keras untuk mencapai Yang Maha Esa. Karena setelah habis
karmanya di tempat-tempat ini (Devachana), ia harus kembali lagi ke
dunia ini, tetapi ia akan lahir di tengah-tengah keluarga pencinta Yang
Maha Esa, dan jalan ke arahNya akan makin lembut saja sesudah itu.
15.
Meninggal dunia sewaktu sifat raja masih berkuasa, maka orang itu akan
lahir diantara orang-orang yang terikat pada aksi; dan sekiranya
seseorang meninggal dunia sewaktu sifat tama masih berkuasa maka ia akan
lahir di dalam kandungan-kandungan yang tak berindra.
Yang tak
berindra disini mungkin dimaksudkan dengan ciptaan Yang Maha Kuasa
seperti pepohonan, tumbuh-tumbuhan atau juga jenis makhluk-makhluk
lainnya yang tak memiliki ratio dan intelektual.
16. Hasil
dari perbuatan sattvik disebut harmonis dan suci, hasil dari sifat raja
disebut penderitaan dan hasil dari sifat tama adalah kedunguan dan
kebodohan.
Setiap pekerjaan maupun tindakan yang dibuat dalam
pengaruh sattva akan lepas dari noda-noda dan dosa-dosa. Sedangkan
setiap pekerjaan dibawah pengaruh sifat raja akan menghasilkan dhuka,
yaitu efek yang penuh dengan penderitaan. Dan setiap tindakan atau
perbuatan di bawah pengaruh tama akan membuahkan yang lebih buruk dari
penderitaan, yaitu kebodohan atau kedunguan (agnana), yang berarti
menjadi lebih jauh lagi dari Yang Maha Esa.
17. Dari sattva
lahirlah ilmu pengetahuan, dari raja lahir keserakahan, dan dari tama
lahir sifat acuh tak acuh, kemalasan dan agnana (kebodohan).
18.
Mereka yang telah tegar dalam sattva menanjak ke atas; mereka yang dalam
raja berdiam di tempat yang paling tengah; dan mereka yang bersifat
tama pergi kebawah terikat pada sifat-sifat paling rendah.
19.
Bila seseorang yang melihat, menyadari bahwa tidak ada unsur yang lain
selain ketiga guna ini dan mengenal Ia yang hadir di atas ketiga guna
ini, ia akan masuk ke dalam diriku.
20. Bila seseorang (jiwa yang
terbungkus oleh raga ini) telah melampaui ketiga guna ini –di mana
semua bentuk raga diproduksi—maka ia benar-benar lepas dari kelahiran
dan kematian, dari usia tua dan penderitaan, ia lalu meneguk air
kehidupan yang abadi (tak dapat binasa lagi).
Di sloka-sloka di atas
ini tersirat pesan Sang Krishna bagi Arjuna dan kita semuanya, yaitu
kuasailah ketiga sifat ini, dan jadilah seorang yang sadar atau yang
dapat melihat dengan jelas dan benar. Seorang yang melihat atau sadar
ini melihat (a) bahwa keterbatasan dari semua unsur duniawi ini dapat
dicapai jika seseorang benar-benar sadar bahwa hanya ketiga sifat guna
itu sajalah yang sebenarnya bertindak, bekerja, beraksi atau berbuat dan
bukan Sang Atman yang bersemayam di dalam diri kita bahkan bukan raga
kita juga, dan (b) bahwa ada Ia yang lepas dari semua unsur–unsur
Prakriti ini, Yang Maha Suci dan Agung. Ia lebih tinggi sifatNya dari
ketiga guna ini yang sebenarnya lahir dari Prakriti, dan dari ketiga
guna ini lahirlah bentuk-bentuk dan sifat-sifat alam, raga-raga kita dan
juga makhluk-makhluk lainnya yang tak terbilang banyak jumlah dan
ragamnya.
Orang-orang yang bijaksana yang telah menyeberangi ketiga
guna ini malahan dapat mengendalikan sifat-sifat ini pada diri mereka,
karena mereka telah sadar bahwa sifat-sifat inilah penyebab semua
tindakan dan perbuatan baik dan buruk di dunia ini, sedangkan Sang
Atman hanya bertindak sebagai saksi saja di dalam raga kita
masing-masing. Mereka ini oleh Sang Kreshna diibaratkan sebagai yang
telah meminum air keabadian dan tak perlu lagi menjalani kehidupan dan
kematian lagi. Mereka telah bersatu di dalamNya secara abadi.
Berkatalah Arjuna:
21. Apakah ciri-ciri dari seseorang yang telah
melampaui ketiga guna ini? Bagaimana cara hidupnya? Dan bagaimana
caranya ia melampaui ketiga guna ini?
Bersabdalah Yang Maha Pengasih:
22.
Seseorang yang tidak menghindar (atau menolak) cahaya (pengetahuan)
atau aktivitas atau kebodohan di kala faktor-faktor ini timbul, dan
tidak mengharapkan faktor-faktor ini di kala tidak hadir.
23.
Seseorang yang duduk tanpa khawatir tak terusik oleh guna, terpisah,
tanpa goyah, dan mengetahui bahwa hanya guna-guna ini yang bertindak.
24.
Seseorang yang merasakan kenikmatan dan penderitaan adalah serupa, yang
terpusat pada Sang Atman, dan baginya tanah liat atau batu ataupun emas
adalah satu, yang sama kepada yang dicintainya dan yang tidak
dicintainya, yang jalan pikirannya tak goyah, yang bersikap sama di kala
terhina dan dalam kemasyuran.
25. Yang memandang sama rata akan
rasa dihormati dan tidak dihormati, dan yang bersikap sama terhadap
sahabat dan musuhnya, yang telah melepaskan semua ambisi—orang ini
disebut telah melewati semua guna-guna ini.
Seseorang yang telah
melewati, melampaui atau mengatsi ketiga guna (sifat-sifat Prakriti)
akan berubah cara hidup dan cara berpikirnya. Ia akan menjadi ibarat
seorang tuan atau majikan yang sudah dapat menguasai atau memperalat
sifat-sifat alam ini, dan tanda-tanda atau ciri-ciri orang ini adalah:
a. Ia
bersikap sama saja kepada ketiga sifat-sifat atau kualitas Prakriti ini
di kala sifat-sifat ini hadir dan sedang beraksi baik dalam dirinya
maupun dalam diri orang lain, karena ia sadar bahwa setiap sifat ini
mempunyai evolusi atau naik turunnya sendiri.
b. Ia tak terganggu
atau terusik oleh efek atau hasil atau karma dari setiap tindakan,
apakah itu tindakan baik maupun tindakan buruk. Ia sadar bahwa setiap
perbuatan atau aktivitas adalah milik guna-guna ini, milik dan merupakan
alat permainan sang Prakriti. Baginya alam dan sifat-sifatnya selalu
sedang bekerja dan ia sendiri sedang duduk di tengah-tengahnya, merasa
tak asing tetapi juga tak khawatir. Tak dapat ia digoyahkan dari jalan
pikirannya ini oleh sifat-sifat Prakriti. ”Hanya sifat-sifat ini saja
bergerak” katanya, dan ”semua objek adalah benda-benda mainan yang
dipermainkan oleh guna-guna ini”. Ia merasakan dirinya sebagai musafir
yang sedang melakukan perjalanan atau pekerjaannya saja di dunia ini,
ibarat mimpi yang tak dapat mengganggu mereka yang tidak tidur, maka
guna atau sifat-sifat inipun tidak dapat mengganggu sang musafir ini,
yang tenang dengan tugas atau perjalanannya kearah Yang Maha Esa.
c. Baginya
setiap benda, makhluk dan kejadian adalah hal yang sama atau satu
sifatnya. Ia Bersikap selalu sama rata terhadap hal-hal,
kejadian-kejadian dan pengalaman-pengalaman yang berlawanan seperti
suka-duka, panas-dingin, teman-musuh, penghormatan penghinaan,
cinta-benci dan lain sebagainya. Emas atau tanah liat baginya sama saja
nilainya, sama-sama ciptaan Yang Maha Esa yang tak ada bedanya dan
mempunyai fungsi masing-masing di dunia ini, tidak lebih tinggi dan
tidak lebih rendah.
d. Ia tidak berambisi lagi dengan tujuan-tujuan
tertentu dalam melakukan pekerjaannya. Baginya setiap aksi, perbuatan,
tindakan dan pekerjaan adalah dharma baktinya kepada Yang Maha Esa, yang
tidak diiringi oleh pamrih sama sekali. Baginya pekerjaan apapun sama
saja kadar atau sifatnya, tidak ada yang lebih agung dan tidak ada yang
lebih hina, apapun jenis pekerjaan itu harus didedikasikan secara tulus
dan tanpa pamrih kepada Yang Maha Esa semata.
26. Seseorang
yang mengabdi kepadaKu dengan dedikasi yang tanpa pamrih, melampaui
semua sifat-sifat alami ini dan bersatu dengan Sang Brahman.
Apakah
caranya agar seseorang dapat melampaui ketiga guna ini dan bersatu
dengan Yang Maha Esa, Yang Maha Abadi. Caranya: (a) pengabdian yang
terus-menerus tanpa henti dan tanpa pamrih, dan (b) mengabdi kepadaNya
dengan cinta kasih yang tulus. Dalam cinta kasih terhadapNya yang tulus
ini dan tanpa henti ini maka secara lambat laun ia akan menyatu dengan
yang dikasihiNya, dan ia sendiri berubah menjadi nol untuk dirinya
sendiri, tetapi menjadi Satu dengan Yang Maha Esa. Ini disebut
Atma-Svarupa, yaitu menyatu dengan Sang Kreshna dan bersatu dengan Yang
Maha Esa. Om Tat Sat.
27. Karena Akulah tempat bersemayam Sang
Brahman, Air Kehidupan Abadi yang tak ada habis-habisnya. Akulah fondasi
dari kebenaran yang abadi dan sumber dari keberkahan yang tak ada
akhirnya.
Mengasihi atau mencintai Sang Kreshna adalah upaya untuk
menyatu dengan Sang Brahman, karena Sang Kreshna dan Sang Brahman adalah
Satu. Kreshna itu Brahman, dan Brahman itu Kreshna. Sang Kreshna adalah
sumber dari (a) keabadian dan (b) Hukum Dharma (Hukum Kebenaran) yang
abadi dan (c) berkah yang tak ada duanya dan tak kunjung
berakhir—keberkahan yang absolut. Sekali lagi Sang Kreshna menegaskan
bahwa Ia lah Sang Brahman yang menitis menjadi Kreshna (manusia utama)
karena kasihNya kepada para pemujaNya. Sang Kreshna adalah manifestasi
dari Sang Brahman, Tuhan Yang Maha Esa, Yang Maha Agung dan Suci. Om Tat
Sat.
Dalam Upanishad Bhagavat Gita, Ilmu Pengetahuan Yang Abadi,
karya sastra yoga, dialog antara Sang Kreshna dan Arjuna, bab ini adalah
yang keempat-belas dan disebut:
Guna Traya Vibhaga Yoga atau Yoga mengenai Perbedaan Ketiga Sifat Alam.