Bersabdalah Yang Maha Pengasih:
1. Tidak memiliki rasa takut,
kemurnian hati, ketegaran dalam ilmu dan yoga, memberikan dana, kendali
diri, pengorbanan, mempelajari buku-buku suci, tindakan disiplin
spiritual (meditasi, puasa, pantangan dan lain sebagainya), menjunjung
tinggi kebenaran;
2. Tidak mencelakakan yang lainnya, kejujuran, jauh dari rasa amarah,
penyerahan total hasil dari tindakan-tindakannya, kedamaian, tidak
mencari-cari kesalahan, rasa sayang terhadap semua makhluk hidup,
kesederhanaan, jauh dari rasa ketidak setiaan;
3. Keperkasaan
(keberanian), pemaaf, dapat menahan penderitaan, kesucian, jauh dari
rasa iri, bebas dari rasa sombong yang berlebih-lebihan — ini semua, oh
Arjuna, adalah ciri-ciri seseorang yang lahir dalam keturunan yang suci.
Di
dunia ini ada dua jenis manusia, yaitu yang suci dan yang bersifat
iblis. Manusia-manusia yang lahir dengan karakter-karakter yang suci
secara mendasar sudah spiritual sifatnya. Mereka-mereka ini adalah
jiwa-jiwa yang hidup dalam raga tetapi tak terpengaruh oleh Sang Maya.
Mereka ingat dan sadar akan kesucian yang menunjang mereka untuk sampai
ke Rumah Tujuan akhir nanti. Segala perbuatan dan tindak-tanduk mereka
memancarkan kesucian dan kemurnian bagi sesamanya dan diri mereka
sendiri. Dalam tindak-tanduk mereka di dunia ini mereka tidak
menunjukkan nafsu atau keinginan-keinginan duniawi baik dalam cara
berpikir, aspirasi maupun perbuatan mereka. Mereka ini selalu terserap
dalam yoga dan jauh dari segala bhoga (kenikmatan-kenikmatan duniawi).
Semenjak lahir, dalam diri mereka telah nampak tendensi-tendensi suci.
Bakat-bakat kesucian ini mereka bawa dari karma yang terdahulu, dan
dipraktekkan dengan lebih aktif lagi di kelahiran mereka yang berikutnya
secara lebih intensif.
Mereka-mereka yang dianggap memiliki
ciri-ciri keturunan suci ini (daivi sampad), dan telah siap melangkah ke
arah pembebasan duniawi ini menampakkan dua-puluh enam ciri-ciri atau
tanda-tanda khas, seperti berikut ini:
1) Tak memiliki rasa takut.
Kita sering sekali dilanda rasa takut dan khawatir dalam hidup ini
seperti takut dan khawatir kehilangan barta-benda, milik atau seseorang
yang tersayang dan lain sebagainya. Seseorang yang telah menyerahkan
atau memasrahkan semua tindakan dan hasil tindakan mereka kepada Yang
Maha Esa, dan yakin akan kehendakNya semata tak akan pernah takut,
khawatir dan gentar mengarungi hidup ini. Baginya hidup ini adalah suatu
tindakan atau pekerjaan yang suci demi Yang Maha Esa, jadi tak ada lagi
rasa takut dalam diri mereka, karena selain merasa tak memiliki sesuatu
apapun juga di dunia ini, mereka ini juga dapat merasakan kasih-sayang
Ilahi Yang Tak Terbatas yang tak dapat dirasakan oleh mereka-mereka yang
belum sadar sepenuhnya.
2) Kesucian atau kemurnian hati.
Kebersihan hati berarti lepas dari segala unsur-unsur atau sifat-sifat
palsu, betapa kecilpun sifat palsu itu. Biasanya seorang yang tabah
dalam hidupnya dan sudah lepas dari segala rasa takut, akan berubah
menjadi seorang 'anak-kecil' yang bersih dan murni hati dan
tingkah-lakunya. Goethe pernah berkata, "Bersihkan dirimu dengan
merendahkan dirimu." Untuk menjadi murni dan bersih ini, seseorang harus
selalu berpikir bahwa raga ini adalah 'kuil dari Sang Atman Yang Suci
dan Agung. Hati yang suci-bersih tak pernah menuntut atau mengingini
apapun juga selain mengasihi Yang Maha Esa dan menerima semua
kehendakNya semata tanpa pamrih. Jadilah dikau hati yang suci dan murni
dalam segala tindak-tandukmu, dalam segala pikiran dan puja-pujimu.
3)
Ketegaran atau keteguhan dalam ilmu pengetahuan sejati mengenai Yang
Maha Esa, dan ketekunan dalam yoga adalah praktek-praktek disiplin ketat
dalam menekuni ilmu-sejati ini. Ketegaran ini dasarnya adalah moral dan
iman yang kuat. Caranya ada beberapa macam dan semuanya menuntut
keyakinan, ketekunan dan keteguhan yang tak ada putus-putusnya dalam
melakukan: (a) meditasi setiap harinya, (b) usaha-usaha spiritual
seperti puasa dan sembahyang dan lain sebagainya yang dipilih
masing-masing individu, (c) cinta-kasih yang tulus pada setiap makhluk,
benda dan sesamanya, (d) melayani atau bekerja tanpa pamrih demi
membantu fakir-miskin, orang-orang tua, orang-orang sakit dan
mereka-mereka yang pantas ditolong, dan semuanya ini harus dilakukan
tanpa pamrih. Dalam melakukan semua usaha-usaha ini akan banyak ditemui
hambatan-hambatan yang sukar dan sering sekali terjadi para pemula
tumbang karena tidak melihat hasil yang nyata dan segera. Tetapi
seseorang yang tegar akan berjalan dan melangkah terus dengan perlahan
tapi pasti, dan suatu saat karena keyakinannya yang tegar ia akan sampai
ke tujuannya yang mulia. la sadar sukar dahulu, mudah kemudian, itulah
jalannya.
4) Dana atau amal dianjurkan bukan saja dalam agama
Hindu tetapi juga dalam agama-agama besar lainnya, dan ini merupakan
salah satu jalan untuk membersihkan diri kita. Yesus sendiri berkata,
"Secara cuma-cuma engkau telah menerimanya, secara cuma-cuma pula
berikanlah!" Lalu apakah dalam hidup ini, kita benar-benar rela
memberikan harta-benda yang kita kira sudah jadi milik kita kepada yang
paling membutuhkannya? Relakah kita berkorban sedikit saja demi sesama
makhluk atau manusia lainnya yang menderita? Sebenarnya dana atau
amal-perbuatan yang baik tidak dihitung dari segi kuantitasnya melainkan
dari segi kualitasnya. Dan yang paling penting dari semua itu adalah
itikadnya, itikad yang ada di balik semua perbuatan baik itu. Dana atau
amal itu datang dari hati-nurani kita yang tulus dan bukan dari
harta-benda atau pun kedudukan kita, bukan juga dari paksaan atau
keadaan tertentu. Sebuah senyum kecil yang simpatik untuk seseorang yang
membutuhkannya adalah dana, memberikan air kepada seorang musafir yang
kehausan adalah dana, menyingkirkan kulit pisang di jalan agar orang
lain tidak terpeleset adalah dana, menyisihkan waktu sedikit untuk
menolong seseorang yang memerlukannya adalah dana. Tiga faktor utama
dalam ajaran agama Islam adalah amal, puasa dan sembahyang. Alkisah
suatu waktu seorang yang bernama Bernard ingin bergabung dengan St.
Francis dalam melakukan misi-misi sucinya, maka berkatalah St. Francis
kepadanya, "Pertama-tama pergi dan juallah apa yang kau punya dan
berikanlah kepada yang miskin dan papa."
5) Kendali diri,
yaitu kendali pada indra-indra kita dan menguasai selera dan nafsu-nafsu
kita yang selalu kelaparan akan obyek-obyek indra ini. Kuda-kuda liar
dapat dijinakkan, begitupun indra-indra ini adalah ibarat kuda-kuda ini,
merekapun harus dijinakkan. Bagaimana caranya? Jadilah engkau seorang
kusir atau penunggang kuda ini dan bukan sebaliknya! Raga kita
sebenarnya diciptakan agar menjadi karma-kshetra, tetapi kebanyakan
diantara kita malahan menjadikannya bhoga-kshetra (ladang untuk
mencicipi kenikmatan). Kuasailah semua trishna atau keinginan-keinginan
dan selera-selera, kendalikanlah nafsu-nafsu dan hasrat-hasratmu, dan
jadilah seorang majikan atas dirimu sendiri dan bukan sebaliknya!
Intisari kebijaksanaan yang diajarkan oleh filsuf Sokrates adalah
kata-kata yang berbunyi, "Kenalilah dirimu sendiri!" Intisari dari
kebijaksanaan Hindu adalah, "Kuasailah dirimu sendiri!" Sedangkan
Pythagoras yang terkenal itu pernah berkata, "Tidak ada seorang pun yang
dapat disebut merdeka (bebas) yang tak dapat memerintah atas dirinya
sendiri!"
6) Pengorbanan, persembahan (yagna), jenis yagna
atau pengorbanan ini ada banyak caranya. Persembahan spiritual ini
didasarkan pada pemikiran bahwa dewa-dewa, manusia, dan makhluk-makhluk
halus, semua ini membentuk suatu simfoni kehidupan. Yagna menunjukkan
suatu itikad berkorban atau menolong sesama makhluk di dunia ini baik
yang terlihat maupun yang tak terlihat, yang membutuhkan pertolongan
kita di alamnya masing-masing. Yagna juga mengajarkan kita untuk menjadi
sederhana dan tulus dalam hidup kita sewaktu kita melakukan yagna ini
untuk para dewa, dan mengajarkan kita akan kewajiban dan perhatian kita
pada para leluhur kita agar mereka tak terlupakan. Karena karma yang
lalu para leluhur yang berada di alam sana hidupnya belum tentu bahagia,
jadi mereka selalu saja membutuhkan pertolongan kita agar kuranglah
dosa-dosa mereka. Pada hakikatnya yagna ini secara bertahap mengajarkan
kita untuk berkewajiban dan berkorban secara murni kepada Yang Maha Esa.
Untuk itu kita harus belajar dahulu dengan ber-yagna untuk para dewa
dan leluhur. Intisari sesungguhnya dari yagna ini adalah berkoban secara
tulus dengan mengorbankan seluruh hidup kita ini kepadaNya tanpa
pamrih, yaitu bekerja demi Ia semata tanpa pamrih dan tanpa
bosan-bosannya!
7) Mempelajari skripsi-skripsi atau ajaran-ajaran suci (ini disebut Svadhaya).
Terangkan
dalam ajaran-ajaran ini adalah pemujaan oral (puja-puji dan nyanyian)
kepada Yang Maha Esa pada setiap kesempatan yang ada.
8)
Tapa atau tindakan-tindakan disiplin spiritual yang aneka ragam
bentuknya seperti puasa, meditasi, dan berbagai tindakan disiplin
spiritual lainnya. Intisari dari tapa ini adalah selalu berusaha untuk
tidak berbohong kepada diri sendiri maupun orang lain, jadi setiap
pembicaraan harus benar dan jujur, mencintai kebenaran dan kehidupan
yang jauh dari kemewahan.
9) Menjunjung tinggi kebenaran,
tegas dan tulus dalam tindakan (arjavam). Mereka yang memiliki
sifat-sifat yang suci dan agung selalu berkata dan bertindak tegas dalam
setiap aspek kehidupan mereka, tetapi jiwa mereka sebenamya amatlah
lembut, tulus dan jujur akan kebenaran. Inilah sebenarnya yang mendasari
tindakan dan ucapan mereka yang tegas. Mereka juga amat tinggi dalam
menjunjung nilai-nilai kebenaran walaupun untuk hal-hal yang amat kecil
sekalipun.
10) Mereka menjalankan praktek-praktek ahimsa, yaitu tidak menyakiti
seseorang atau makhluk lainnya baik dalam tindakan mereka atau kata-kata
mereka. Di dunia yang penuh dengan manusia-manusia yang berwajah
srigala ini, masih ada saja manusia-manusia tulus dan suci yang
melakukan ahimsa ini secara total. Inilah salah satu ciri khas dari yang
memiliki potensi suci dan agung ini. Tetapi ingat jangan
salah-pergunakan mereka ini, karena demi kebenaran mereka ini adalah
manusia yang amat tegas!
11) Mereka mempraktekkan kebenaran
(safram) dalam kehidupan sehari-hari. Mereka menampakkan diri mereka
sebagaimana yang mereka sadari akan arti kehidupan ini, dan juga akan
arti dan hakikat Yang Maha Esa. Bagi mereka apapun yang benar dibenarkan
dan yang salah disalahkan tanpa memandang kasta, kedudukan dan harta.
Bagi mereka kebenaran itu sekecil apapun kebenaran itu, maka sifatnya
adalah di atas segala-galanya. Bagi mereka seorang yang lahir dengan
predikat kasta pariah bukanlah seorang pariah, tetapi seseorang yang tak
dapat menghormati kata-katanya adalah seorang pariah. Tuhan Yesus
sendiri pernah berkata, "Kebenaran akan membuatmu bebas!" "Kebenaran dan
kasih adalah bagi kami arti sesungguhnya dari Tuhan Yang Maha Esa,"
kata TL Vaswani, pengarang naskah Bhagavat Gita.
12)
Orang-orang ini tak mempunyai rasa marah atau geram (akrodhd). Mereka
bahkan tak pernah marah atau benci pada yang menyakiti mereka walaupun
dipancing untuk marah sekalipun.
13) Mereka-mereka ini adalah
orang-orang yang telah melakukan dan menghayati penyerahan total akan
hasil tindakan mereka sehari-hari (tyaga) yang dapat dijabarkan sebagai
berikut:
(a) penyerahan total secara mental dan dari pemikiran mereka
bahwa apa yang mereka lakukan dan apapun hasilnya adalah kehendak Yang
Maha Esa semata-mata dan seyogyanyalah dilakukan tanpa pamrih,
(b) setiap tindakan mereka jauh dari rasa keberhasilan, egoisme, optimisme, pesimisme, keserakahan, nafsu dan keinginan,
(c) mereka jauh dari obyek-obyek duniawi.
14) Pikiran dan jiwa mereka selalu tenang (shanti) dalam segala tindakan mereka sehari-harinya.
15)
Mereka jauh dari segala gosip atau obrolan-obrolan iseng yang
menyangkut orang lain. Jauh juga mereka ini dari segala pikiran dan
pembicaraan mengenai orang lain atau mencela orang lain dan mencari-cari
kesalahan seseorang. Mereka tak mau menyakiti atau mencelakakan orang
atau makhluk lain baik secara mental maupun secara tindakan.
16) Mereka memiliki rasa kasihan, iba, simpati dan rasa sayang untuk setiap makhluk di dunia ini.
17)
Mereka selalu merasa cukup dengan apa adanya, dan tak pernah memohon
atau meminta lebih apapun yang diterima mereka. "manusia ini tak pernah
puas, walaupun memiliki sebuah danau penuh dengan emas, tetapi masih
saja merasa miskin," kata Hitopadesha. Tetapi mereka-mereka ini yang
telah terpanggil ke jalannya Tuhan, malahan amat puas dengan apa adanya.
Bagi mereka alam semesta dan seluruh isinya sudah merupakan karunia
yang tak ada habis-habisnya. Lalu untuk apa harus serakah dan menuntut
dan menuntut lagi?
Feridoun merasa tak puas dengan kerajaan yang
dimilikinya. Sedangkan Alexander meratap telah menguasai semuanya karena
tidak ada lagi yang bisa dikuasainya. Tetapi seorang anak kecil yang
polos dan lugu akan gembira sekali dan bahagia kalau dapat memenuhi
kedua tangannya dengan pasir dan bermain-main dengannya. Bagi seorang
anak kecil yang masih polos akan hal-hal duniawi ini, maka segenggam
pasir dan segenggam emas sama saja nilainya, karena ia masih suci dan
tidak sadar akan standar-standar yang telah ditentukan oleh manusia
dewasa.
Setiap pekerjaan itu baik, karena pekerjaan itu diperlukan
dan karena merupakan bagian terpenting dalam kehidupan kita. Tetapi
ingatlah pekerjaan yang tak diperlukan dan sia-sia janganlah dilakukan
dan jauhilah pekerjaan-pekerjaan ini yang sifatnya negatif dan merusak.
Pekerjaan atau profesi sehari-hari diperlukan dan wajib kita kerjakan
tetapi disertai dengan itikad yang murni dan suci dan dilandasi oleh
rasa bakti kita kepada Yang Maha Esa, kepada masyarakat dan lingkungan
kita, bukan atas keserakahan pribadi atau dilandasi oleh
kepentingan-kepentingan duniawi. Sebuah pekerjaan yang sederhana
sifatnya akan lebih berarti daripada suatu pekerjaan yang nampaknya
canggih, selama pekerjaan itu dikerjakan dengan penuh bakti dan
kesadaran yang tulus akan dharma-bhakti kita kepada Yang Maha Esa. Suatu
pekerjaan yang dianggap besar dan luar biasa akan sia-sia saja maknanya
kalau dilandasi oleh nafsu dan kepentingan duniawi karena yang timbul
darinya hanyalah ambisi dan perjuangan pribadi dan terjebaklah sang
pelaku dalam nafsu-nafsu duniawinya dan segala ekses-ekses yang timbul
dari nafsu itu. Sebaliknya suatu pekerjaan yang sederhana sifatnya
seperti memasak dan menyapu akan terasa suci dan syahdu kalau dilakukan
dengan kesadaran total bahwa itu juga merupakan kewajiban kita
kepadaNya, karena akan turun berkat dan rahmatNya pada si pelaku
pekerjaan ini. Yang Maha Esa tidak memandang kedudukan atau pekerjaan
seseorang, yang dianjurkanNya adalah kesetiaan dan dedikasi kita
kepadanya yang tulus dan tidak ternoda.
18) Mereka-mereka ini
memiliki kelembutan hati dan pikiran. Mereka ini amat penyabar dan
pengasih, dan selalu menerima dan sabar menghadapi segala caci-maki,
hinaan, pengkhianatan, dan tindakan-tindakan keji yang dilakukan oleh
orang-orang terhadap mereka, karena mereka sadar bahwa yang menyakiti
mereka ini sebenarnya tidak tahu apa-apa dan "kurang pengetahuannya atau
tersesat jalannya." Sebaliknya mereka jadi amat pemaaf dan selalu
mendoakan mereka yang menyakiti ini.
19) Mereka-mereka ini
amat sederhana dan pemalu sifatnya. Malu akan berbuat sesuatu yang salah
karena yakin akan kehadiran Yang Maha Esa di mana-mana.
20) Mereka-mereka ini adalah orang-orang yang tidak mudah mengubah
keputusan atau pemikiran mereka, tidak mudah terpengaruh dan sangat
stabil pendiriannya. Mereka tak mau mencampuri urusan orang lain dan
jauh dari pikiran maupun tindakan yang tak ada artinya.
21)
Mereka memiliki teja, yaitu energi, cahaya dan kharisma yang luar biasa
dan penuh dengan kehangatan. Wajah-wajah mereka selalu simpatik dan
memancarkan cahaya kesucian dan kebaikan, ketulusan hati yang luar
biasa. Sang Kreshna, Sang Buddha dan Kristus memiliki wajah-wajah
semacam ini. Salah satu ciri-ciri teja ini adalah rasa respek yang luar
biasa yang dimiliki oleh orang ini, dan juga kejantanan (ketegasan)
dalam setiap aspek tindak-tinduknya yang tak dapat ditawar-tawar.
Contoh: Sokrates dari Yunani, yang tidak mau mundur dari pendiriannya
dan lebih baik memilih kematian dengan meminum racun secara tenang.
22)
Mereka adalah manusia atau orang-orang yang memiliki rasa memaafkan
terhadap semua dan sesamanya secara luar biasa. Tak ada kebencian di
dalam diri mereka walaupun untuk mereka yang telah mencoba menyakiti
atau membunuh mereka. Nabi Muhamaad SAW memaafkan musuh-musuhnya.
Kristus memaafkan musuh-musuh dan murid-muridnya. Mahatma Gandhi
memaafkan pembunuhnya dan jauh-jauh telah meramalkan akan dibunuh. Resi
Dayanand memaafkan tukang masaknya yang berusaha meracuni sang Resi. Di
era modern ini kita melihat Sri Paus Yohannes Paulus II memaafkan
penembaknya.
23) Mereka memiliki kekuatan luar biasa untuk
menghadapi segala rintangan dan penderitaan hidup ini, dan tidak
kehilangan kesabaran (ini disebut dhriti).
24) Mereka memiliki
rasa sancham, yaitu rasa akan kebersihan. Mereka selalu menjaga agar
raga mereka bersih luar dan dalam. Kebersihan sebenarnya adalah salah
satu aspek yang penting dalam agama dan mendekatkan kita kepadaNya. Pada
masa sekarang manusia cenderung untuk mementingkan peragaan di luar
tubuh mereka seperti rias-wajah, wangi-wangian, busana yang menyolok dan
lain sebagainya. Juga banyak diantara kita yang mengotori tubuh bagian
dalam kita dengan merokok, menghisap ganja dan meminum minuman keras,
obat-obatan terlarang dan makanan yang merangsang rubuh. Juga manusia
dewasa ini lebih cenderung mengkonsumsi makanan yang tidak segar dan
penuh dengan zat-zat yang mengotori dan membahayakan tubuh dari pada
menyehatkan tubuh ini dengan memakan buah-buahan dan sayur-sayuran
segar, menghisap udara segar dan lain sebagainya.
25) Mereka
bebas dari rasa iri-hati atau cemburu. Mereka tak mau berperasangka
buruk atau iri-hati pada orang lain atau bahkan berpikir negatif tentang
orang lain. Mereka cukup dengan apapun yang mereka terima dan selalu
berterima kasih kepadaNya. Melihat sukses dan kekayaan orang lain mereka
biasa-biasa saja dan tak terpengaruh sama sekali. Mereka tak dapat
melupakan kebaikan orang lain terhadap mereka walau sekecil apapun
kebaikan itu. Mereka selalu mengabdi demi kebaikan dan kesejahteraan
orang lain baik yang membutuhkan mereka atau tidak, dan menyatu dalam
jiwa dengan yang mereka tolong ini. Rasa benci dan iri-hati dapat
menghancurkan bukan saja kebahagiaan seseorang tetapi juga menghancurkan
kerajaan-kerajaan besar. Lihat saja bagaimana iri-hati sang Kaikeyi
(ibu-tiri sang Rama) membunuh suaminya dan sekaligus menghantarkan Sang
Rama dan Shinta beserta Lesmana ke hutan Dandaka. Iri-hati dan benci,
atau dengki adalah sebenarnya perusak diri dan hidup kita sendiri.
26)
Mereka tidak memiliki rasa sombong atau superior terhadap orang lain.
Rasa sombong atau ahankara ini memang salah satu faktor yang harus
dijauhi setiap manusia, atau tersandung kita nanti dalam perjalanan
hidup spiritual kita.
Kedua-puluh enam faktor atau ciri-ciri khas
seseorang yang telah suci hati dan jiwanya ini disebut daivi-sampad,
yaitu harta-benda sejati seseorang yang suci dan agung, harta Ilahi
yang benar dalam melakukan kehidupan yang sejati.
4. Kemunafikan,
mementingkan diri sendiri, iri-hati, rasa amarah, juga kekasaran dalam
pembicaraan dan kebodohan — semua ini, oh Arjuna, adalah milik seseorang
yang lahir dengan sifat-sifat iblis.
Siapakah manusia-manusia yang
disebut bersifat sebagai atau bagaikan iblis ini? Mereka disebut Asura.
Dalam salah satu Upanishad terdapat satu kisah mengenai Prajapati yang
pada waktu penciptaan, menciptakan para dewa (sura) dengan nafas yang
dihembuskannya ke atas, dan menciptakan para asura (raksasa, setan, jin,
iblis, dan kuasa-kuasa gelap) dengan nafasnya yang dihembuskannya ke
bawah. Setelah menciptakan para iblis ini maka terciptalah kegelapan,
kebodohan dan keburukan di sekitarnya. Maka disebut bahwa nafas-bawah
tadi adalah nafas dari segala nafsu yang negatif dan kebatilan,
sedangkan nafas-atas adalah nafas dari segala yang baik, agung dan suci.
Nafsu dengan begitu adalah faktor atau hal-hal yang tidak suci di dalam
dunia ini, karena ia adalah getaran atau vibrasi dari 'jiwa-bawah' kita
sedangkan 'jiwa-atas' kita penuh dengan kebajikan dan kesucian. Dengan
kata lain, manusia-manusia yang bersifat asura adalah mereka yang
terikat secara duniawi dengan nafsu-nafsu mereka dan selalu tenggelam
dalam kebodohan mereka. Terikatlah selalu mereka ini dengan dunia dan
dengan kelahiran/kematian yang berkelanjutan terus-menerus.
Karakter atau ciri-ciri khas mereka ini adalah:
(a)
Kemunafikan — apa yang mereka tampilkan dalam tindak-tanduk mereka
sehari-hari dalam kehidupan mereka penuh dengan sandiwara, kepalsuan dan
topeng-topeng manis belaka, padahal hati dan jiwa mereka mungkin
terikat pada pikiran dan tindakan-tindakan yang tidak sehat dan selaras
dengan topeng-topeng kemunafikan mereka.
b) Dalam setiap hal, mereka
selalu mementingkan diri mereka sendiri. Mereka ini juga penuh dengan
rasa iri-hati dan terbius oleh harta-benda, milik, kekasih dan kekuasaan
mereka.
(c) Mereka ini mudah sekali marah.
(d) Tindak-tanduk mereka maupun cara mereka berbicara mencerminkan kekasaran dan amat menyakitkan bagi yang mendengarkan.
(e) Mereka-mereka ini jauh dari kebenaran dan kebijaksanaan yang sejati.
5. Sifat-sifat
suci menuntun seseorang ke arah pembebasan, dan sifat-sifat iblis ke
arah keterikatan. Janganlah bersedih, oh Arjuna, karena dikau lahir
dengan sifat-sifat yang suci dan agung.
6. Ada dua jenis
makhluk yang diciptakan di dunia ini — yang suci dan yang bersifat
iblis. Yang suci telah dijelaskan secara terperinci. Sekarang
dengarkanlah dariKu, oh Arjuna, mengenai yang bersifat keiblisan ini.
Dua
jenis makhluk hidup atau manusia atau makhluk halus diciptakan oleh
Yang Maha Kuasa di dunia ini, yaitu yang bersifat suci seperti yang
telah kita baca di atas tadi, dan yang bersifat ke iblis-iblisan. Yang
pertama karena dasar sifat-sifatnya telah bebas dan lepas dari
karma-karmanya dan dari kehidupan/kematian, untuk kemudian langsung
bersatu dengan Sang Pencipta, sedangkan yang kedua akan terikat secara
terus-menerus dengan karma-karmanya dan kehidupan dan kematian, tak bisa
lepas dari dunia ini.
7. Mereka-mereka yang bersifat iblis
ini tidak sadar akan arti tindakan atau akan disiplin-disiplin
spiritual. Tak mereka miliki kesucian maupun tindakan-tindakan baik atau
pun kebenaran.
8. Mereka berkata bahwa di dunia ini tak ada
kebenaran, tak ada dasar moral, tak ada Tuhan, (dunia) ini tercipta dari
penyatuan dua jenis kelamin yang berlawanan, (dunia) ini adalah produk
dari nafsu-nafsu belaka dan tak ada hal selain itu.
9. Teguh
dalam kepercayaan ini, jiwa-jiwa yang tersesat ini yang pengertiannya
tumpul dan tindakan-tindakannya kejam, muncul sebagai musuh-musuh dan
penghancur dunia ini.
10. Menyerahkan diri mereka kepada nafsu-nafsu yang tak pernah
terpuaskan dengan kemunafikan, kedengkian, dan kepentingan diri-pribadi,
tergantung pada ide-ide yang salah akibat ilusi, mereka ini bertindak
dengan itikad-itikad yang tidak bersih.
11. (Mereka) ini
terkurung oleh kekhawatiran-kekhawatiran yang tak terhitung jumlahnya,
(mereka) berpikir bahwa pemuasan nafsu-nafsu dan keinginan sebagai
puncak cita-cita mereka, yakin bahwa itulah semua ini.
12. Terperangkap
oleh seratus harapan-harapan kosong, menjadi budak dari nafsu dan
kemarahan, mereka menumpuk kekayaan dengan memuaskan selera-selera panas
(mereka) dan melibatkan diri (mereka) dalam kenikmatan-kenikmatan
sensual.
13. "Ini telah kudapatkan hari ini, dan akan kucapai keinginan itu. Harta ini milikku, harta itu pun akan menjadi milikku.
14. "Musuh
ini telah kubunuh, yang lainnya pun akan kubunuh. Aku lah Tuhan dari
segalanya. Aku menikmati diriku sendiri. Aku makmur, berkuasa dan
bahagia.
15. "Aku kaya-raya dan lahir dari derajat yang
tinggi. Adakah seseorang yang sepadan denganku? Aku akan
menyelenggarakan pengorbanan-pengorbanan (yagna), aku akan menyumbangkan
dana, aku akan membuat "pesta-pesta kesenangan." Begitulah mereka
berkata, tersesat dalam kebodohan mereka.
16. Kacau-balau oleh
berbagai pikiran, terperangkap dalam jala ilusi, terbius oleh kepuasan
nafsu-nafsu, mereka tenggelam ke neraka yang menjijikkan (penuh dengan
kotoran yang berbau dan menjijikkan).
17. Terlalu percaya pada
diri-sendiri, keras-kepala, mabuk-kepayang akan kekayaan mereka, mereka
melakukan pengorbanan-pengorbanan untuk pertunjukan belaka, tanpa
memperhatikan skripsi-skripsi (suci).
18. Terpaku pada rasa
ego, pada kekasaran dan kekuatan, dan nafsu-nafsu dan rasa marah,
orang-orang yang berhati iblis ini membenciKu yang bersemayam di dalam
raga mereka dan di dalam raga-raga yang lainnya.
19. Mereka
yang membenciKu dengan cara itu, mereka yang kejam ini, yang terburuk
diantara jajaran manusia, mereka-mereka pelaku perbuatan iblis ini, Ku
giring terus-menerus ke perut para iblis.
20. Terjatuh ke
perut-perut iblis, mereka hidup dari satu kehidupan ke kehidupan yang
lainnya, terbungkus oleh kegelapan. Mereka ini tidak datang kepadaKu, oh
Arjuna, tetapi tenggelam ke tempat yang paling dalam.
Mereka-mereka
yang memiliki asuri-sampad (sifat-sifat keiblisan) dan terikat kepada
dunia ini mempunyai ciri-ciri khas seperti berikut:
a. Mereka kurang
memiliki rasa perbedaan antara yang baik dan buruk. Mereka tidak tahu
apa yang harus dilakukan dan seharusnya tidak dilakukan.
b. Tidak atau kurang memiliki rasa kebersihan. Mereka tidak bersih dalam pikiran maupun dalam menjaga raga mereka.
c.
Mereka tidak kenal atau tidak mau kenal atau mengakui kaidah-kaidah
moral atau hukum-hukum moral dan etika dalam kehidupan ini.
d. Mereka jauh dari kebenaran. Mereka penuh dengan kebohongan dan tipu-daya.
e.
Mereka ini umumnya atheis. Bagi mereka alam semesta atau dunia ini
tidak berdasarkan moral, agama atau dasar-dasar spiritual, tanpa Sang
Pencipta atau Tuhan Yang Maha Esa. Bagi mereka dunia ini hanya tempat
melampiaskan nafsu-nafsu, dan pikir mereka semua makhluk tercipta dari
kesatuan atau percampuran pria dan wanita, jadi dasar dunia ini bagi
mereka adalah nafsu-nafsu dan kenikmatan duniawi belaka. Itulah hidup
dan tujuan mereka dalam hidup ini.
f. Cara berpikir mereka penuh dengan kegelapan, karena jiwa mereka telah sesat. Akibatnya daya intelektual mereka menurun.
g.
Mereka gemar melakukan pekerjaan-pekerjaan buruk dan keji yang berada
di luar prikemanusiaan. Hidup mereka adalah demi penghancuran sesamanya,
atau makhluk-makhluk lain. Sebenarnya mereka ini adalah musuh dari
dunia dan umat manusia itu sendiri.
h. Kata mereka dunia ini hanya
untuk bersenang-senang saja, dan mereka memasrahkan hidup mereka ke
nafsu-nafsu dan kenikmatan yang tak ada habis-habisnya. Hidup mereka
hanya itu dan tak lebih.
i. Mereka adalah orang-orang yang munafik.
Untuk mendapatkan suatu impresi atau keperluan sesuatu, tidak
segan-segan mereka menampilkan wajah-wajah yang lain agar tercapai
segala maksud-maksud mereka.
j. Mereka penuh dengan kesombongan
k.
Dalam kebutaan pikiran, mereka memegang erat-erat prinsip hidup
yang salah. Contoh: Sang Rahvana yang berpikir tidak ada salahnya
mencuri istri orang lain demi kepuasannya pribadi.
1. Sampai matipun
mereka tidak lepas dari rasa khawatir dan ketakutan yang tak ada
habis-habisnya (berbagai ragam sifat-sifat ketakutan).
m. Motto hidup mereka adalah kenikmatan, dan itulah tujuan mereka yang tertinggi.
n. Mereka gemar akan perbuatan-perbuatan amoral yang penuh dengan nafsu dan dosa.
o. Mereka gemar amarah. Selalu murka bahkan hal-hal yang kecilpun mudah menimbulkan rasa amarah mereka.
p. Mereka mengumpulkan harta-benda mereka secara tidak halal.
q.
Rasa egoisme mereka amat tinggi. Tidak ada yang tidak dikaitkan dengan
"ke-aku-. an"-nya. "Aku ini yang perkasa, yang berkuasa, berkedudukan,
tanpa aku pemerintahan ini tidak jalan, atau perkerjaan ini tidak
terselesaikan. Aku tak ada tandingannya, yang paling hebat dan super dan
terkaya," dan lain sebagainya. Mereka ini juga takabur dan sering
berkata, "aku ini Tuhan, aku tak pernah sakit, aku tak bisa mati," dan
lain sebagainya. Makin lama rasa ego dan keserakahannya makin bertambah
dan ia makin sering membunuh orang-orang yang dianggapnya musuh karena
ia merasa amat berkuasa dan tak punya tandingan. Demi nama baik mereka,
orang-orang ini tidak segan-segan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan
sosial yagna dan dana, yang sebenarnya hanya kedok belaka, hanya
sandiwara untuk tujuan-tujuan tertentu.
r. Jalan pikiran mereka tak pernah stabil.
s. Mereka terjebak dalam perangkap atau jalan ketersesatan (kegelapan). Duniawi lebih penting bagi mereka daripada Ilahi.
t. Mereka membenci Tuhan Yang Maha Esa yang bersemayam di dalam diri mereka dan dalam diri orang-orang lain.
Orang-orang
yang bersifat iblis ini secara terus-menerus berkelana dalam lingkaran
karma dan lingkaran hidup-mati, dan lahir kembali di tengah-tengah
keluarga yang tak bermoral dan penuh dengan kegelapan. Makin lama makin
turunlah taraf kehidupan mereka dan oleh karma mereka dibawa tenggelam
ke arah kehidupan yang makin rendah tarafnya.
Tetapi Yang Maha
Pengasih selalu memberikan kesempatan kepada mereka-mereka ini, yaitu
pembersihan diri melalui berbagai penderitaan dan kesempatan-kesempatan
dalam tahap-tahap evolusi kehidupan mereka ini, karena di dalam setiap
jiwa yang sesat pun bersemayam Sang Atman, Sang Kreshna, Sang Adhyatman
Yang Maha Pengasih dan Penyayang, Yang tidak akan segan-segannya
menunjukkan jalan kepada semua makhluk-makhlukNya. Dan lambat laun
jiwa-jiwa yang menderita dan tersesat ini akan tergugah juga memohon
Yang Maha Kuasa agar dibebaskan dari penderitaan dan karma mereka. Dan
kalau sudah tiba saatnya yang tepat, maka Yang Maha Esa pun akan
menjatuhkan berkahNya kepada makhluk atau individu ini dan terbukalah
jalan ke arahNya lagi, dan suatu saat mereka-mereka ini pun akan dapat
mengalahkan nafsu-nafsu duniawi mereka dan lepas dari dunia yang penuh
dengan penderitaan ini, menyatu denganNya, Yang Maha Pengasih dan
Penyayang. Om Tat Sat.
Maka, kalau sudah merasa suci atau
bersih janganlah sekali-kali memandang rendah atau hina kepada mereka
yang berdosa atau pada makhluk-makhluk yang tak berdaya, tetapi
selalulah menuntun mereka-mereka ini ke jalan yang benar dengan
kasih-sayang yang sejati. Maafkanlah dosa-dosa mereka seperti yang
dilakukan oleh Yang Maha Kuasa terhadap kita juga. Sebenarnya tidak ada
seseorang pun yang berdosa di dunia ini, yang ada hanyalah orang-orang
yang kurang pengetahuannya dan tidak sadar, tersesat oleh kenikmatan
duniawi. Jadi tuntunlah selalu mereka-mereka ini. Yesus Kristus pernah
bersabda, "Tidak ada yang baik selain Tuhan." Memang benar, hanya Ia
Yang Maha Baik, kita manusia harus selalu belajar untuk menjadi baik dan
benar agar diterima oleh Yang Maha Baik ini. Seorang yang suci dan
agung, seandainya tidak lagi terpakai oleh Yang Maha Kuasa maka ia pasti
akan menjadi sampah lagi, tetapi seorang asura yang menjijikkan akan
menjadi suci, sekali Yang Maha Esa berkenan mengubahnya. Camkanlah hal
ini dan jauhikan diri kita dari rasa jijik, diskriminasi, perbedaan
kasta dan derajat. Pandanglah setiap manusia dan makhluk dengan
pandangan yang sama, ingat Yang Maha Esa hadir di mana-mana dan dalam
setiap makhluk, dan la tidak mengenal diskriminasi, maka seharusnya kita
pun bersikap sama. Yang Maha Esa bisa saja mengubah status seseorang
sesuai dengan kehendakNya, maka jangan sekali-kali pongah atau tinggi
hati terhadap seseorang atau dalam suatu situasi tertentu.
21. Terdapat tiga gerbang untuk menuju ke neraka ini, yang menjadi
penghancur dari diri sendiri -- nafsu, kemarahan dan keserakahan. Maka
seyogyanyalah manusia membuang jauh-jauh ketiga faktor ini.
22. Seseorang
yang telah lepas dari ketiga gerbang kegelapan ini, oh Arjuna, maka
telah selesailah semua kebutuhan-kebutuhannya dan kemudian (ia) mencapai
tujuan yang tertinggi.
Ada tiga pintu gerbang kegelapan, yang
diartikan juga sebagai tiga pintu masuk utama ke neraka, yaitu nafsu,
rasa amarah dan keserakahan atau rasa iri. Nafsu (kama) atau keinginan
yang beraneka-ragam ini sebenarnya adalah pemuasan membabi-buta untuk
indra-indra kita. Sedangkan rasa amarah timbul kalau jalan ke arah
pemuasan nafsu-nafsu ini terhalang. Keserakahan atau lobha adalah salah
satu nafsu untuk memperkaya diri sendiri dengan obyek-obyek duniawi baik
secara material maupun secara psikologis dan demi memenuhi nafsu
indra-indra dan pribadi. Raga kita sebenarnya diciptakan agar menjadi
instrumen atau alat yang dapat memenuhi kebutuhan akan potensi spiritual
kita, agar tercapai kembali kesatuan antara kita dan Sang Pencipta.
Tetapi kalau diberikan kebebasan dan fasilitas untuk memilih sendiri
tujuan kita, maka banyak manusia akan tersesat dan menggunakan raga
mereka demi tujuan nafsu-nafsu belaka, tanpa sadar bahwa di dalam tubuh
dan otak kita tersimpan potensi spiritual yang amat luarbiasa yang
sekiranya digunakan secara benar akan menimbulkan keajaiban-keajaiban
dan keadaan yang memungkinkan kita mencapai Yang Maha Esa dengan lebih
sempurna lagi. Faktor potensial ini sering lepas dari jangkauan manusia
dan kita melaju makin dalam ke arah kegelapan yang tak ada
ujung-ujungnya, mengembara dari satu neraka ke neraka yang lainnya,
tanpa akhir.
Dunia dan isinya ini sebenarnya diartikan sebagai
ekspresi dari kesucian dan keagungan Yang Maha Esa, dari cinta-kasih
dan saling-menolong atau menunjang diantara sesamanya, agar tercapai
kedamaian, keharmonisan dan kehidupan yang layak bagi semuanya. Tetapi
kalau semua potensi dan kekayaan alam semesta ini dipakai manusia hanya
untuk memuaskan pribadi-pribadi manusia-manusia itu sendiri, dan manusia
itu kemudian mengabaikan semua kebahagian, keagungan dan kekayaan yang
telah disediakan Yang Maha Kuasa, maka tak ada jalan lain, silahkan
menuju ke arah neraka yang paling dalam. Selama manusia mengeksploitasi
nafsu-nafsu dan dirinya sendiri, merusak alam dan makhluk lain sesamanya
dengan nafsu-nafsu ini maka selama itu pula manusia ini akan menjurus
kelingkaran setan yang tak ada habis-habisnya.
Dan ingatlah
seandainya anda berjalan di jalan nafsu dan keserakahan maka anda akan
menghadapi oposisi dari pihak yang lain, karena anda sedang berjalan di
jalan yang salah. Jalan salah ini berarti anda sedang melawan Hukum
Abadi yang hadir di alam semesta ini, yang tak nampak tetapi selalu ada
dan berkuasa. Dan sekali atau terus-menerus anda mendapatkan
perlawanan ini, maka anda akan meledak dengan kemarahan yang dahsyat,
anda akan membenci dan secara brutal menyerang mereka-mereka yang
beroposisi terhadap anda. Selama itu anda boleh yakin bahwa anda sedang
diikat erat-erat oleh keterikatan duniawi ini, dan itu berarti anda
sedang melaju cepat ke neraka yang dalam.
23. Seseorang yang
telah mengabaikan shastra-vidhi (kaidah-kaidah suci yang terdapat di
skripsi-skripsi suci agama Hindu), mengikuti dorongan-dorongan nafsu —
maka orang ini tidak mencapai kesempurnaan, tidak juga kebahagiaan yang
benar, tidak juga tujuan yang tertinggi.
24. Maka
seyogyanyalah, jadikanlah kaidah suci ini sebagai pedoman untuk
mengambil sesuatu putusan tentang apa yang harus dilakukan dan apa yang
tak harus dilakukan. Sadar akan apa yang telah disabdakan oleh
kaidah-kaidah suci ini, bekerjalah dikau, oh Arjuna, pekerjaanmu di
dunia ini.
Agar jauh dari gerbang-gerbang kegelapan ini, maka
seyogyanyalah manusia menjauhi dan mengendalikan diri mereka dari semua
nafsu-nafsu dan berpedoman pada skripsi-skripsi suci yang memuat hukum
atau kaidah suci bagi kesejahteraan manusia. Hukum atau kaidah suci yang
dikandung oleh kitab-kitab (shastrci) suci Hindu semenjak masa silam
adalah sumber pengetahuan yang suci dan agung yang tak ada
habis-habisnya, dan merupakan penerangan di jalan kegelapan kita. Dengan
kata lain, tidak usah jauh-jauh mencari sumber kaidah atau hukum suci
ini, Bhagavat Gita adalah intisari dari semua Veda-Veda yang ibarat
sebuah sumur yang tak pernah sarat airnya kalau kita ingin berbicara
tentang kaidah-kaidah suci dari agama Hindu ini. Berpedoman pada ajaran
Bhagavat Gita manusia akan lepas dari keterikatan-keterikatan duniawinya
secara tuntas, kalau mau kita betul-betul menghayati ajaran dan
sabda-sabda Sang Kreshna, seperti sloka di atas, "sadar akan apa yang
telah disabdakan oleh kaidah-kaidah suci ini, bekerjalah dikau, oh
Arjuna, pekerjaanmu di dunia ini." Yang Maha Esa tidak melarang kita
bekerja. Ia malahan menganjurkannya dengan jalan yang benar bekerja
tanpa pamrih demi Ia semata. Sadarlah akan hal ini wahai manusia,
kebahagiaan akan kehidupan ini dan Yang Maha Esa itu sendiri sebenarnya
ada diantara kita-kita ini juga, Mengapa melangkah jauh-jauh dari ini
semua? Om Tat Sat.Dalam Upanishad Bhagavat Gita, Ilmu Pengetahuan Yang
Abadi, Karya-Sastra Yoga, dialog antara Sang Kreshna dan Arjuna, bab ini
adalah bab yang keenam-belas yang disebut:
Daivasura Sampad Vibhaga Yoga atau Ilmu Perbedaan Sifat